Berbagi: khutbah, dalil, hukum, amalan, sosial, agama

yuqm.blogspot.com

  • Welcom to menu 1

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcom to menu 2

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to Menu 3

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

Showing posts with label HUKUM AGAMA. Show all posts
Showing posts with label HUKUM AGAMA. Show all posts

Wednesday, March 30, 2022

Hukum Air Liur Burung Walet, Najis atau Suci

Judul: Hukum Air Liur Burung Walet, Najis atau Suci
Kategori: Hukum Agama
Tags: #walet, #najis, #suci, #hukum, #konsumsi, #makan, #halal, #haram


Ada sebuah pertanyaan di masyarakat dimana diantara penduduknya banyak beternak walet. Apakah air liur burung walet dihukumi najis atau suci? Mari kita kaji bersama.

Untuk menghukumi apakah air liur hewan tertentu suci atau najis maka perlu diketahui terlebih dahulu hukum hewannya. Kalau hewannya suci maka air liurnya suci, dan kalau hewannya najis maka air liurnya najis. Kategori ini sebagaimana fatwa ulama Asy-Syafi'iyah sebagaimana berikut:

وَيَقُول الشَّافِعِيَّةُ: إِنَّ مَا انْفَصَل عَنْ بَاطِنِ الْحَيَوَانِ، وَلَيْسَ لَهُ اجْتِمَاعٌ وَاسْتِحَالَةٌ فِي الْبَاطِنِ، وَإِنَّمَا يَرْشَحُ رَشْحًا كَاللُّعَابِ وَالدَّمْعِ وَالْعَرَقِ وَالْمُخَاطِ، فَلَهُ حُكْمُ الْحَيَوَانِ الْمُتَرَشَّحِ مِنْهُ، إِنْ كَانَ نَجِسًا فَنَجِسٌ، وَإِلاَّ فَطَاهِرٌ.

“Kalangan Asy-Syafi'iyah berkata: Cairan yang keluar dari bagian hewan dan bukan termasuk bagian dalam (jerowan) hewan tersebut, melainkan hanya merembes atau menetes saja seperti air liur, air mata, keringat dan ingus, maka hukumnya sama seperti hewannya. Jika hewannya najis, maka dihukumi najis, sebaliknya jika suci, maka dihukumi suci”. (Al-Mausu'atul Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah).

Berdasarkan ketentuan ini maka air liur burung walet adalah suci karena air liur termasuk rembesan, bukan cairan dari dalam perut. Beda halnya dengan muntah, kencing dan kotoran lain yang keluar dari bagian dalam perut.

Disamping itu, untuk mengetahui apakah air liur hewan tertentu najis atau suci, dapat diketahui dengan hukum halal-haramnya mengkonsumsi daging hewan tersebut. Kategori ini sebagaimana dalil-dalil berikut ini:

Dalil bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dikonsumsi adalah suci sebagaimana hadits ini:

َعَنْ عَمْرِو بْنِ خَارِجَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «خَطَبَنَا النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِمِنًى، وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ، وَلُعَابُهَا يَسِيلُ عَلَى كَتِفِي». (رواه أحمد و الترميذي)

Artinya:
Dari Amru bin Khorijah RA ia berkata: "Nabi berkhutbah kepada kami di Mina dan beliau berada di atas kendaraannya dan liur kendaraannya mengalir di pundakku.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Berdasarkan hadits diatas Imam Shan'ani berfatwa:

وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ لُعَابَ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ طَاهِرٌ، قِيلَ: وَهُوَ إجْمَاعٌ، وَهُوَ أَيْضًا الْأَصْلُ، فَذِكْرُ الْحَدِيثِ بَيَانٌ لِلْأَصْلِ، ثُمَّ هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِمَ سَيَلَانَ اللُّعَابِ عَلَيْهِ، لِيَكُونَ تَقْرِيرًا.

Artinya:
“Hadits ini menunjukkan bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dimakan adalah suci. Dikatakan bahwa hal itu merupakan kesepakatan ulama, apalagi hal ini sesuai dengan kaidah hukum asal (hadits). Kemudian hal ini didasari dengan sikap Nabi SAW yg mengetahui bahwa air liur hewan tunggangan beliau jatuh, itu menunjukkan persetujuannya”. (Subulus Salam, Syarah Bulughul Maram, J.I/Hal.50)

Setelah kita mengetahui bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dimakan itu air liurnya suci, dan air liur hewan yang dagingnya haram dimakan itu air liurnya najis, maka kita musti mengetahui apakah burung walet halal dikonsumsi?

Terdapat nash dari ulama empat madzhab, serta terjadi khilaf tentang mengkonsumsi daging burung walet, kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah menghalalkan dan kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah menghukumi haram.

Dari kalangan Al Hanafi berfatwa kehalalan mengkonsumsi burung walet karena sama dengan burung lainnya:

وفي رد المحتار على الدر المختار في الفقه الحنفي: قال في غرر الأفكار: عندنا يؤكل الخطاف والبوم، ويكره الصرد والهدهد، وفي الخفاش اختلاف. انتهى.

المالكية - قالوا: يحل أكل الهدهد مع الكراهة، وكذلك يحل أكل الخطاف... الحنفية - قالوا: يحل أكل الخطاف والبوم

(Al Fiqh Alal Madzaahib Al Arba'ah II/5)

Ibnu Qudamah dari kalangan Imam Ahmad Al Hanbali berfatwa atas keharaman mengkonsumsi burung walet karena termasuk hewan kotor:

قال ابن قدامة في المغني: ويحرم الخطاف والخشاف والخفاش وهو الوطواط.. قال أحمد: ومن يأكل الخشاف؟ وسئل عن الخطاف؟ فقال: لا أدري. وقال النخعي: كل الطير حلال؛ إلا الخفاش.. وإنما حرمت هذه لأنها مستخبثة، لا تستطيبها العرب، ولا تأكلها. والله أعلم.

فَالرَّخَمَةُ وَالْخُفَّاشُ وَاللَّقْلَقُ وَالْخُطَّافُ وَالسِّنُونُو تَحْرُمُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ.

(Al Mausu'atul Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah V/138)

Dengan merujuk kepada fatwa Imam Shon'ani dan berpijak kepada pendapat kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah maka air liur burung walet itu suci, sedangkan apabila berpijak kepada pendapat kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah maka air liur burung walet itu najis.

Dan apabila berpijak kepada pendapat kalangan Asy-Syafi'iyah yang menyatakan bahwa walet tidak termasuk hewan najis, dan air liur dihukumi seperti keringat, maka air liurnya walet adalah suci. Hal ini sebagai bentuk mengkompromikan berbagai pendapat diatas.

Kesimpulannya adalah air liur burung walet hukumnya suci karena burung walet itu suci, tidak terkendala oleh hukum memakan dagingnya yang terdapat khilaf pendapat. Sebagian ulama menghalalkannya dimakan karena disamakan dengan burung pada umumnya, tetapi sebagian ulama mengharamkannya dimakan karena termasuk hewan kotor.

Oleh karena itu maka air liurnya walet dihukumi suci dan boleh dikonsumsi, sebab air liur bukan timbul dari dalam perut, dan walet bukan termasuk hewan najis, melainkan hanya termasuk hewan yang haram dikonsumsi menurut sebagian kalangan madzhab.
Share:

Friday, March 18, 2022

HUKUM BERTAWASSUL BESERTA DALILNYA

HUKUM BERTAWASSUL BESERTA DALILNYA, Judul HUKUM BERTAWASSUL BESERTA DALILNYA, Kategori hukum agama, amalan, Tags: #tawassul, #wasilah #sunnah, #bid'ah, #syirik, #khurafat

HUKUM BERTAWASSUL BESERTA DALILNYA

Pengertian Tawassul

Tawassul adalah cara berdo'a kepada Allah dengan melibatkan sesuatu atau perantara, baik sesuatu itu berupa amal shaleh ataupun berupa perantara orang shaleh. Tawassul juga berarti: Wasilah, jalan, atau perantara. Berikut arti tawassul menurut ahli ilmu;

أَلْوَسِيْلَةُ وَهِيَ مَا يُتَقَرَّبُ اِلَى الشَّيْئِ وَتَوَسَّلَ اِلَى رَبِّهِ بِوَسِيْلَةِ تَقَرُّبٍ اِلَيْهِ بِعَمَلِهِ

“Wasilah adalah sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada sesuatu. Dan seseorang berwasilah kepada Tuhannya dengan perantara pendekatan melalui amal ibadahnya.” (Kamus Al-Misbahul Munir)

اَلتَّوَسُّلُ بِأَحْبَابِ اللهِ هُوَ جَعَلَهُمْ وَاسِطَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى فِى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ لِمَا ثَبَتَ لَهُمْ عِنْدَهُ تَعَالَى مِنَ الْقَدْرِ وَالْجَاهِ مَعَ الْعِلْمِ بِأَنَّهُمْ عَبِيْدٌ وَمَخْلُوْقُوْنَ وَلَكِنَّ اللهَ جَعَلَهُمْ مَظَاهِرَ لِكُلِّ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَمَفَاتِيْحَ لِكُلِّ رَحْمَةٍ

“Tawassul adalah memohon terkabul hajat kepada Allah SWT dengan perantara orang-orang yang dicintai Allah, yakni orang yang mempunyai keutamaan atau keagungan dari Allah SWT, seperti para Nabi dan para Wali. Mereka diberi keutamaan menebar kebaikan, keberkahan, dan pembuka Rahmat.” (Fiqh Tradisionalis, Al-Ajwibatul Ghaliyah fii Aqiidatil-Firqoh An-Naajiyah)

Itulah pengertian dari Tawassul. Tawassul bukan berarti berdo'a (memohon) kepada sesuatu atau perantara itu, bukan pula menyamakan sesuatu atau perantara itu dengan Allah. Jadi tawassul jauh berbeda dengan Syirik yang berarti: menyekutukan atau menyamakan sesuatu dengan Allah.

Contoh Doa Tawassul

Untuk lebih jelasnya, berikut contoh kalimat Tawassul:

"Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar aku lolos dalam tes ini, berkat guru kami, Syeikh Fulan."

Kemudian bandingkan dengan kalimat Syirik berikut ini:

"Ya Syeikh Fulan, aku mohon kepadamu agar aku lolos dalam tes ini, berkat keagunganmu."

Dalil Tawassul

Tawassul dianjurkan oleh Allah, sedgkan Syirik sangat dilarang oleh Allah. Dalil anjuran utk tawassul dan dalil larangan syirik sebagaimana berikut:

Landasan tawassul adalah firman Allah SWT berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِتَّقُوْا اللهَ وَاْبَتُغْوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah swt dan carilah jalan (tawassul) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.(Al-Maidah, 35)

Landasan dilarang syirik adalah firman Allah SWT sbb:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا ...

Artinya:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. (An Nisaa', 36).

Praktek Amaliyah Tawassul

:: Nabi Adam bertawassul dengan nama Nabi Muhammad.

حدثنا : أبو سعيد عمرو بن محمد بن منصور العدل ، ثنا : أبو الحسن محمد بن إسحاق بن إبراهيم الحنظلي ، ثنا : أبو الحارث عبد الله بن مسلم الفهري ، ثنا : إسمعيل بن مسلمة : ، أنبأ : عبد الرحمن بن زيد بن أسلم ، عن : أبيه ، عن : جده ، عن : عمر إبن الخطاب (ر) قال : قال رسول الله (ص) : لما إقترف آدم الخطيئة قال : يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي فقال الله : يا آدم وكيف عرفت محمداً ولم أخلقه ؟ قال : يا رب لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوباً لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي إدعني بحقه فقد غفرت لك ولولا محمد ما خلقتك ، هذا حديث صحيح الإسناد ،وهو أول حديث ذكرته لعبد الرحمن بن زيد بن أسلم في هذا الكتاب. (مستدرك الحاكم - كتاب تواريخ المتقدمين - ومن كتاب آيات... - رقم الحديث : ٤٢٢٨)
Artinya:
Dari Umar bin Khattab berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ketika Nabi Adam melakukan suatu dosa beliau berkata:'Ya Rabb, berkat Nabi Muhammad, aku mohon Engkau mengampuni dosaku'. Allah berfirman: 'Bagaimana kau tau Muhammad, padahal belum diciptakan?' Adam berkata:'Ya Rabb, ketika Engkau selesai menciptakanku aku, aku angkat kepalaku. Maka aku melihat di penyangga 'Arasy tertulis: Laa ilaaha illallaah, Muhammad rasuulullaah. Aku yakin nama yang disandingkan dengan nama-Mu itu adalah orang yang Engkau cintai.' Allah berfirman: 'Kamu benar, hai Adam. Berkat Nabi Muhammad maka Aku ampuni dosamu. Dan kalau bukan karena Nabi Muhammad maka Aku tidak menciptakanmu.' (HR. Imam Al Hakim).

:: Rasulullah SAW bertawassul melalui orang yang telah wafat.

عَنْ سَيِّدِنَا عَلِى كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ لَمَّا دُفِنَ فَاطِمَةُ بِنْتِ أَسَدٍ أُمِّ سَيِّدِنَا عَلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اَلَّلهُمَّ بِحَقِّىْ وَحَقِّ الْاَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى أَغْفِرُ لِاُمِّىْ بَعْدَ أُمِّىْ

Artinya: “Dari sayyidina ‘Ali k.w. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW ketika Fatimah binti Asad, ibunda sayyidina ‘Ali, dimakamkan, beliau berdo’a: “Ya Allah, dengan (perantara) hakku, dan hak para Nabi sebelumku, ampunilah ibu setelah ibuku. (Fatimah binti Asad).” (HR. Imam Thabari, Abu Nu’aim dan Ibnu Hajar Al-Haitami).

:: Umar bin Khattab bertawassul dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah SWT.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ عُمَرَ اْبنَ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَا قُحِطُوْا اِسْتَسْقَىْ بِالْعَبَّاسِ اْبنِ عَبْدِالْمُطَلِّبْ فقال أَللَّهُمَّ كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَأَنَا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَأَسْقِنَا فَيُسْقُوْنَ

Artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasanya Sahabat Umar bin Khattab ketika mengalami kemarau, maka beliau meminta hujan dan bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthollib, beliau berkata “Ya Allah bahwasanya kami telah bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan dan sekarang kami bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu.” (HR. Bukhari).

:: Nabi mengajarkan cara bertawassul dengan do'a ketika ada sahabat yang menderita sakit mata. Sahabat tersebut meminta doa kepada Rasulullah SAW agar diberi kesembuhan. Rasulullah tidak berkenan mendoakannya, akan tetapi beliau mengajarkan doa tawassul agar dibacanya sendiri, sbb:

أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدِ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّى تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فِى حَاجَتِىْ هَذِهِ لِتَقْضِى لِى فَشَفَّعْتَ فِيَّ

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada-Mu dengan (bertawassul melalui) Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Wahai Nabi), sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada Tuhanku dengan (bertawassul melalui) Engkau agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafa’at beliau untukku”. (HR. Imam Tirmidzi, Nasa’i, dan Baihaqi).

::. Tawassul dengan amal shaleh.

عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما- قال: سمعت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يقول: «انطلق ثلاثة نفر ممن كان قبلكم حتى آواهم المبيت إلى غار فدخلوه، فانحدرت صخرة من الجبل فسدت عليهم الغار، فقالوا: إنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ من هذه الصخرة إلا أن تدعوا الله بصالح أعمالكم. قال رجل منهم: اللهُمَّ كان لي أبوان شيخان كبيران، وكنتُ لاَ أَغْبِقُ قبلهما أهلا، ولا مالا فنأى بي طلب الشجر يوما فلم أَرِحْ عليهما حتى ناما، فحلبت لهما غَبُوقَهُمَا فوجدتهما نائمين، فكرهت أن أوقظهما وأَنْ أغْبِقَ قبلهما أهلا أو مالا، فلبثت -والقدح على يدي- أنتظر استيقاظهما حتى بَرِقَ الفَجْرُ والصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْن عند قدمي، فاستيقظا فشربا غَبُوقَهُما، اللَّهُمَّ إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فَفَرِّجْ عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة، فانفرجت شيئا لا يستطيعون الخروج منه. قال الآخر: اللَّهُمَّ إنَّهُ كانت لي ابنة عم، كانت أحب الناس إليَّ -وفي رواية: كنت أحبها كأشد ما يحب الرجال النساء- فأردتها على نفسها فامتنعت مني حتى أَلَمَّتْ بها سَنَةٌ من السنين فجاءتني فأعطيتها عشرين ومئة دينار على أنْ تُخَلِّيَ بيني وبين نفسها ففعلت، حتى إذا قدرت عليها -وفي رواية: فلما قعدت بين رجليها- قالتْ: اتَّقِ اللهَ ولاَ تَفُضَّ الخَاتَمَ إلا بحقه، فانصرفت عنها وهي أحب الناس إليَّ وتركت الذهب الذي أعطيتها، اللَّهُمَّ إنْ كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافْرُجْ عَنَّا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة، غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها. وقال الثالث: اللَّهُمَّ استأجرت أُجَرَاءَ وأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذي له وذهب، فَثمَّرْتُ أجره حتى كثرت منه الأموال، فجاءني بعد حين، فقال: يا عبد الله، أدِّ إِلَيَّ أجري، فقلت: كل ما ترى من أجرك: من الإبل والبقر والغنم والرقيق، فقال: يا عبد الله، لا تَسْتَهْزِىءْ بي! فقلت: لاَ أسْتَهْزِئ بك، فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئا، الَلهُمَّ إنْ كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافْرُجْ عَنَّا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة فخرجوا يمشون».

Artinya:
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tiga orang dari umat sebelum kalian pernah bepergian, hingga mereka harus bermalam di sebuah goa. Mereka pun memasukinya. Lalu sebongkah batu besar dari gunung bergelinding hingga menutup mereka di dalam goa itu. Mereka pun berkata, “Sesungguhnya tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dari batu ini kecuali jika kalian berdoa kepada Allah dengan amal-amal saleh kalian." Seorang dari mereka berdoa, “Ya Allah! Aku mempunyai dua orang tua yang lanjut usia. Dan aku tidak memberikan minuman susu kepada keluarga dan budakku sebelum mereka. Pada suatu hari, aku pergi jauh mencari pohon, hingga saat aku pulang ke rumah mereka berdua telah tertidur. Maka akupun memerahkan susu untuk keduanya, namun aku menemui mereka telah tertidur. Tapi aku tidak mau membangunkan mereka atau memberikan susu itu kepada keluarga dan budakku. Maka akupun tetap menunggu mereka bangun dengan wadah susu itu di tanganku-, hingga waktu fajar menyingsing dan anak-anakku menangis-nangis di kedua kakiku karena lapar. Lalu kedua orangtuaku bangun, kemudian meminum susunya. Ya Allah! Jika apa yang aku lakukan itu karena mengharap rida-Mu, maka bebaskan kami dari keadaan (himpitan) batu ini.” Maka batu itu bergeser sedikit, dan mereka belum dapat keluar darinya. Lalu yang lain berdoa, “Ya Allah! Sesungguhnya aku punya seorang saudari sepupu. Ia adalah wanita yang paling kucintai –dalam riwayat lain: aku mencintainya sedemikian rupa sebagaimana pria mencintai wanita-. Aku sangat ingin berzina dengannya, namun ia menolakku. Hingga terjadilah tahun paceklik. Ia datang menemuiku, kemudian aku memberinya 120 dinar dengan syarat ia membiarkan aku melakukan hubungan suami-istri dengannya. Dan ia pun menyetujuinya. Hingga ketika aku hampir melakukannya (dalam riwayat lain): ketika aku telah duduk di antara kedua kakinya-, ia berkata, “Takutlah kepada Allah! Janganlah engkau merusak segel kecuali dengan (cara) semestinya.” Aku pun meninggalkannya meskipun ia adalah orang yang sangat kucintai, dan aku relakan emas yang kuberikan padanya. Ya Allah! Jika aku melakukan itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka bebaskan kami dari kondisi ini.” Lalu batu itu bergeser, namun mereka belum dapat keluar darinya. Lalu yang ketiga berdoa, “Ya Allah! Aku pernah mempekerjakan beberapa orang dan membayarkan upah mereka, kecuali satu orang yang pergi meninggalkan upahnya. Akupun mengembangkan upah itu hingga harta itu menjadi banyak. Beberapa waktu kemudian, ia datang menemuiku. Ia berkata, “Wahai hamba Allah, berikanlah upahku.” Aku pun berkata, “Semua yang engkau lihat ini adalah upahmu, berupa: unta, sapi, kambing dan budak.” Ia berkata, “Wahai hamba Allah, jangan memperolok-olokku!” Aku menjawab, “Aku tidak memperolokmu.” Maka ia pun mengambil semuanya tanpa menyisakannya sedikit pun. Ya Allah! Jika aku melakukan itu karena mengharapkan rida-Mu, maka bebaskan kami dari kondisi ini.” Lalu batu itupun bergeser, lalu mereka pun keluar dari goa tersebut. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Share:

Tuesday, December 7, 2021

Hukum Makmum Menjawab Surah Al A'laa yang Dibaca Imam


Inilah Hukum Makmum Menjawab Surah Al A'laa yang Dibaca Imam, Judul Hukum Makmum Menjawab Surah Al A'laa atas bacaan Imam, Kategori Hukum agama, Amalan keagamaan, Tags: surah_al_a'laa

Hukum Makmum Menjawab Surah Al A'laa yang Dibaca Imam

Dalam shalat berjamaah, khususnya yg jahriyah, baik di dalam shalat fardhu maktubah ataupun shalat Jum'at sering dijumpai imam membaca Surah Al A'la; Yaitu surah yg diawali: sabbihisma robbikal a'laa dan diakhiri: shuhufi ibroohiima wamuusaa.

Pada awal dan akhir surah tersebut sering dijumpai juga ada makmum yg membaca dzikir tertentu dan ada pula yg tidak membaca apa2. Keadaan ini tak pelak menimbulkan tanda tanya bagi makmum lain yg belum mengetahui dzikir apa yg dibaca hatta bagaimana hukum membaca dzikir di saat itu.

Melalui tulisan ini, admin akan mencoba meniadakan tanda tanya di benak makmum sebagaimana di atas, dengan ulasan singkat tapi padat beserta dalil pendukungnya. Diharapkan, dalil pendukung ini cukup dijadikan landasan pengamalan bacaan dzikir ketika makmum mendengar imam membaca awal dan akhir surah Al A'laa.

Memang sejatinya, menyimak dan menghayati bacaan imam dengan khusyu itu sudah cukup bagi makmum. Tetapi apabila makmum ingin mendapatkan keutamaan lebih dari shalat berjamaah maka perlu memanfaatkan peluang lain. Misalnya sebagaimana pada tema ini atau sebagaimana terdapat pada judul sebelum ini.

Pernah diulas sebelumnya, bahwa ketika makmum mendengar imam membaca ayat yang berkaitan dengan azab, maka makmum meminta perlindungan. Saat mendengar ayat tentang rahmat, maka makmum memohon karunia, dll.

Lalu dzikir apa yg perlu dibaca makmum ketika mendengar ayat pertama surah Al A'laa? Jawabannya sebagaimana hadits berikut:

عن ابن عباس أن النبي كان إذا قرأ سبح إسم ربك الأعلى قال سبحان ربي الأعلى ( رواه أحمد وأبو داود )

Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi s.a.w apabila membaca: sabbihisma robbikal a'laa, beliau mengikuti dengan bacaan: subhaana robbiyal a'laa. (HR. Ahmad & Abu Daud)

Maka membaca: subhaana robbiyal a'laa setelah ayat pertama Surah Al A'la dihukumi sunnah, baik bagi orang yg shalat sendiri, imam maupun makmum.

Kemudian apa yg dibaca makmum ketika mendengar imam membaca ayat terakhir surah Al A'laa? Setelah imam selesai membaca surat al-A'laa, maka makmum membaca: " 'alaihimas salaam. "

Dan bagaimana hukum membaca bacaan tersebut? Jawabannya sebagaimana qaul Imam Asy Syafi'i berikut ini:

وقال الشافعية : إذا قال : صدق اللَّه العظيم عند سماع آية ، أو قال : لا حول ولا قوة إلا بالله عند سماع خبر سوء فإن صلاته لا تبطل به مطلقا ، إذ ليس فيه .سوى الثناء على اللَّه تعالى ، وإذا سمع المأموم إمامه يقول " إياك نعبد وإياك نستعين " فقال المأموم مثله محاكاة له ، أو قال : استعنا باللَّه ، أو نستعين باللَّه ، بطلت صلاته إن لم يقصد تلاوة ولا دعاء ، وإلا بأن قصد التلاوة أو الدعاء فلا تبطل ، والإتيان بها بدعة منهى عنها .

Imam Asy Syafi'i berkata: Jika makmum mengatakan: "shodaqolloohul 'azhiim" ketika selesai mendengar ayat, atau dia mengatakan: "laa hawla walaa quwwata illaa billaah" ketika mendengar ayat tentang keburukan, maka shalat makmum tidak batal karena bacaan itu secara mutlak, karena maksud dari bacaan itu utk tilawah atau memuji Allah s.w.t atau berdoa kepada-Nya. Tetapi jika makmum membaca bacaan itu dgn maksud menjawab imam atau dgn maksud lain selain ketentuan, maka shalat makmum tersebut batal. Dan bacaan di luar ketentuan termasuk bid'ah yg dilarang. (Fataawaa Al-Azhaar IX 24)

Demikian ulasan singkat tentang Hukum Makmum Menjawab Surah Al A'laa yang Dibaca Imam ini, semoga bermanfaat.

Share:

Friday, July 24, 2020

HUKUM MENJUAL KULIT HEWAN QURBAN

KATEGORI: HUKUM AGAMA
JUDUL: HUKUM MENJUAL KULIT HEWAN 
QURBAN
TAG YUQM: HUKUM, QURBAN, KEAGAMAAN


Terkait hukum menjual kulit hewan qurban sebenarnya sudah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka. Salah satunya yaitu dijelaskan di dalam kitab Hasyiyah al Bajuri ‘ala Ibn Qosim, bahwa semua yg terkait dgn hewan qurban, mulai dari daging, tanduk, kulit, bahkan sampai ke bulunya tidak boleh dijual, baik itu qurban wajib maupun sunnah. Silahkan perhatikan dalil ini;

ولا يبيع) اى يحرم على المضحى بيع شيء (من الاضحية) اى من لحمها أو شعرها أو جلدها ويحرم ايضا جعله أجرة للجزار ولو كانت الاضحية تطوعا

Artinya:
Tidak diperbolehkan menjual, maksudnya haram atas mudhahhi (orang yang berqurban) menjual sebagian (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai upah bagi penyembelih walaupun qurban itu qurban sunat.” (Al-Bajuri Juz II/Hal.301-302)

Keharaman ini didasari oleh hadis Nabi s.a.w yg diriwayatkan oleh Imam Hakim yg dikutip Syaikh Ibrahim al Bajuri dalam kitabnya sebagaimana berikut:

من باع جلد اضحيته فلا أضحية له

Artinya:
Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya maka qurbannya tidak sah ,” (HR: Imam Hakim).

Nabi menerangkan hal ini dikarenakan sebagian orang beranggapan bahwa kulit qurban tidak termasuk bagian dari qurban yg wajib dibagikan. Jadi hukumnya tidak boleh menjual daging, kulit, bulu begitu juga dengan tanduknya, hal ini disamakan dgn barang wakaf yg mana tidak boleh diperjual-belikan.

Tak hanya menjual, menjadikan kulit qurban sebagai upah buat orang yg menyembelih pun juga dilarang karena hal itu serupa dngan jual beli. Namun jika orang yg berqurban memberikan kulit tersebut pada si penyembelih dngan niatan sedekah, bukan sebagai ongkos penyembelihan, maka hal itu diperbolehkan.

(Raudlatut Thalibin I/361, al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab VIII/420)

(al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab VIII/420, al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu IV/280)

Wallahu A’lam Bishshawab.
Demikianlah penjelasan tentang menjual kulit hewan qurban. Semoga penjelasan yg ringkas ini bisa menambah ilmu agama bagi kita dan berguna bagi diri pribadi, keluarga dan masyarakat luas. AAAMIIIN.
Share:

DALIL LARANGAN BAGI SESEORANG YANG MAU BERKURBAN

DALIL HUKUM LARANGAN BAGI SESEORANG YANG MAU BERKURBAN, KATEGORI HUKUM AGAMA, JUDUL LARANGAN BAGI SESEORANG YANG MAU BERQURBAN, TAG YUQM #HUKUM, #AGAMA, #LARANGAN, #PEQURBAN

DALIL LARANGAN BAGI SESEORANG YANG MAU BERKURBAN

To the point ya,
Inilah larangan bagi seseorang yg mau berkurban;

- DILARANG MUNCUKUR RAMBUT

Dalilnya:
Allah SWT berfirman:

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

Artinya:
..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...
[Al-Baqarah/2 : 196]

Maka sehubungan dgn 1 Dzulhijjah 1441 H akan jatuh pada hari Rabu tanggal 22 Juli 2020, Sedgkan 10 Dzulhijjah atau Idul Adha 1441 H jatuh pada hari Jum'at, 31 Juli 2020.

Sebaiknya bagi yg sudah niat mau berkurban di tahun ini hendaknya ia menerapkan bersih-bersih diri sebelum tanggal 22 Juli 2020.

Itu berarti bahwa hari Selasa tanggal 21 Juli 2020 atau 29 Dzul Qa’dah 1441 H. adalah hari terakhir untuk memotong rambut dan kuku.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً ا

Artinya:
Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian telah berniat untuk berqurban, maka janganlah ia memotong rambutnya dan kulitnya sedikitpun.”
[HR. Muslim dari Ummu salamah ra]

- DILARANG MEMOTONG KUKU

Dalilnya:
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dalam riwayat lain bersabda:

فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

Janganlah ia memotong rambutnya dan kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih.”
[HR. Muslim dari Ummu Salamah ra]

Barangsiapa yang melanggar ketentuan ini karena lupa atau belum tahu hukumnya maka ia tidak berdosa, tidak pula membayar fidyah atau kaffarah baginya. Barangsiapa yg melanggarnya dengan sengaja maka hendaklah ia bertaubat kepada Allah ta’ala dan tidak ada kewajiban fidyah atau kaffarah atasnya.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Jika telah ditetapkan dalam beberapa riwayat, maka ia tidak boleh mencukur rambut, dan memotong kuku. Dan jika ia melakukannya maka harus bertaubat kepada Allah –Ta’ala-, namun tidak ada fidyah baik karena sengaja atau lupa, ini merupakan hasil ijma’ para ulama “.
(al Mughni: 9/346)

Adapun landasan mengapa larangan ini harus dijauhi ialah karena rambut dan kuku pequrban akan menjadi cahaya baginya, kelak di akhirat.

Wallahu A’lam Bishshawab.
Demikianlah penjelasan tentang hal-hal yg dilarang bagi pequrban. Semoga penjelasan yg ringkas ini bisa menambah ilmu agama bagi kita dan berguna bagi diri pribadi, keluarga dan masyarakat luas. AAAMIIIN
Share:

Friday, September 6, 2019

HUKUM SHALAT MAKMUM YG BACAAN FATIHAHNYA TIDAK SELESAI

Kategori: Hukum Agama
Judul: Hukum Shalatnya Makmum Yg Baca Fatihah Tidak Selesai
tags yuqm: hukum, agama, fatihah, makmum
Share:

Wednesday, July 31, 2019

Hukum Shalat Hajat Tahajjud Dhuha Berjamaah

Kategori: Hukum Agama
Judul: Hukum Shalat  Hajat Tahajjud Dhuha Berjamaah
tags yuqm: hukum, agama, shalat, hajat, tahajjud, dhuha


Bagaimana Hukum Shalat Hajat / Tahajjud / Dhuha apabila dilaksanakan secara Berjamaah?

Sebuah pertanyaan kompleks yg terkadang mengemuka disekitar kita. Hal ini dikarenakan adanya berbagai pengalaman religi yg terasa janggal tapi terjadi di hadapan kita atau pengalaman orang lain yg kita simak khabar beritanya.

Pertanyaan kompleks seperti itu tentu memerlukan jawaban beserta dalil syar'i demi meminimalisir dampak negatif atas perbedaan tata cara ibadah yg dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu.
Maka disini akan diulas beberapa keterangan dengan maksud dan tujuan sebagaimana di atas.

Hukum pelaksanaan Shalat Hajat (baca: Sholat Hajat) atau Tahajjud atau Dhuha yg dilakukan dengan secara berjama'ah adalah sebagaimana penjelasan syar'i berikut ini.

As-Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Husain bin Umar Al-Masyhur Ba'alawi dalam kitab beliau "Bughyatul Mustarsyidin" menjelaskan :

"Diperbolehkan sholat jama'ah pada semisal sholat witir atau sholat tasbih, hukumnya tidak makruh, namun juga tidak mendapatkan pahala (sholat berjama'ah), kecuali jika bertujuan mengajarkan cara sholat yang benar bagi para ma'mum atau memberi semangat pada mereka, adapun jika dengan tujuan tersebut akan mendapatkan pahala. Sebagaimana diperbolehkannya membaca (al-fatihah atau surat al-qur'an saat sholat) dengan keras pada waktu yang sebenarnya disunatkan untuk membaca lirih atau samar, padahal sebenarnya hal ini hukumnya makruh, namun diperbolehkan karena tujuan memberi pelajaran, apalagi untuk hal yang hukum asalnya mubah (yaitu sholat sunat dengan berjama'ah). Sepeti halnya pula perbuatan-perbuatan yang asalnya mubah mendapatkan pahala jika diniati ibadah, seperti makan dengan niat agar kuat melaksanakan ibadah. Namun, dengan ketentuan hal ini jangan sampai menimbulkan dampak negatif, semisal menyakiti orang lain atau pada akhirnya orang-orang meyakini bahwa sholat-sholat tersebut dianjurkan untuk dikerjakan secara berjama'ah. Kalau sampai hal tersebut terjadi, maka sholat jama'ah saat melaksanakan sholat-sholat tersebut hukumnya harom dan tidak boleh dikerjakan".

Keterangan diatas dikuatkan dengan salah satu hadits dalam Shahih Bukhari yang menceritakan sholat tahajjud Nabi secara berjama'ah dengan ibnu abbas sebagai berikut ;

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْضِ اللَّيْلِ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَتَوَضَّأَ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّقٍ وُضُوءًا خَفِيفًا يُخَفِّفُهُ - عَمْرٌو وَيُقَلِّلُهُ -، وَقَامَ يُصَلِّي، فَتَوَضَّأْتُ نَحْوًا مِمَّا تَوَضَّأَ، ثُمَّ جِئْتُ فَقُمْتُ، عَنْ يَسَارِهِ - وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ عَنْ شِمَالِهِ - فَحَوَّلَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، ثُمَّ صَلَّى مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ اضْطَجَعَ فَنَامَ

حَتَّى نَفَخَ، ثُمَّ أَتَاهُ المُنَادِي فَآذَنَهُ بِالصَّلاَةِ، فَقَامَ مَعَهُ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

"Dari Ibnu 'Abbas ia berkata, Pada suatu malam aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu melaksanakan shalat malam. Hingga pada suatu malam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bangun dan berwudlu dari bejana kecil dengan wudlu yang ringan, setelah itu berdiri dan shalat. Aku lalu ikut berwudlu' dari bejana yang beliau gunakan untuk wudlu', kemudian aku menghampiri beliau dan ikut shalat di sisi kirinya -Sufyan juga menyebutkan sebelah kiri-, beliau lalu menggeser aku ke sisi kanannya. Setelah itu beliau shalat sesuai yang dikehendakinya, kemudian beliau berbaring dan tidur hingga mendengkur. Kemudian seorang tukang adzan datang memberitahukan beliau bahwa waktu shalat telah tiba, beliau lalu pergi bersamanya dan shalat tanpa berwudlu lagi". ( Shohih Bukhori, no.138 )

Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa melaksanakan sholat-sholat sunat yang tidak disunatkan berjama'ah hukumnya boleh dilakukan secara berjamaah namun tidak mendapatkan pahala sholat jama'ah. Dan bisa mendapatkan pahala bila diniati memberi pelajaran atau memberi semangat kepada makmum dengan syarat tidak mengganggu orang lain atau menjadikan orang awam meyakini anjuran berjama'ah dalam melaksanakan shalat-shalat tersebut.

Referensi :

1. Bughyatul Mustarsyidin, Hal : 136

مسألة  ب ك : تباح الجماعة في نحو الوتر والتسبيح فلا كراهة في ذلك ولا ثواب ، نعم إن قصد تعليم المصلين وتحريضهم كان له ثواب ، وأي ثواب بالنية الحسنة ، فكما يباح الجهر في موضع الإسرار الذي هو مكروه للتعليم فأولى ما أصله الإباحة ، وكما يثاب في المباحات إذا قصد بها القربة كالتقوّي بالأكل على الطاعة ، هذا إذا لم يقترن بذلك محذور ، كنحو إيذاء أو اعتقاد العامة مشروعية الجماعة وإلا فلا ثواب بل يحرم ويمنع منها

2. Mannarul Qori Syarah Shohih Bukhori, Juz : 1  Hal : 338

عنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَال َ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً فَقَامَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - مِنَ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَ في بَعْض اللَّيْلِ، قَامَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فتَوَضّأ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّق وُضُوءاً خَفِيفاً -يُخَفِّفُهُ عَمْرو وَيُقَلِّلُهُ- وقام يُصَلِّي، فَتَوَضَّأتُ نَحوَاً مِمَّاْ تُوَضَّأ ثُمَّ جِئْتُ فقُمْتُ عَنْ يَسارِهِ -وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ عَنْ شِمَالِهِ- فَحَوَّلَنِي فًجَعَلَنِي عَنْ يَمِينهِ ثم صَلَّى مَا شَاءَ اللهُ، ثم اضْطَجَعَ فَنَامَ، حَتَّى نَفَخَ، ثُمَّ أتاهُ الْمُنَادِي، فآذَنَهُ بالصَّلَاةِ، فقَامَ مَعَهُ إلَى الصَّلَاةِ، فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأ
Share: