Kategori: Hukum Agama
Tags: #walet, #najis, #suci, #hukum, #konsumsi, #makan, #halal, #haram
Ada sebuah pertanyaan di masyarakat dimana diantara penduduknya banyak beternak walet. Apakah air liur burung walet dihukumi najis atau suci? Mari kita kaji bersama.
Untuk menghukumi apakah air liur hewan tertentu suci atau najis maka perlu diketahui terlebih dahulu hukum hewannya. Kalau hewannya suci maka air liurnya suci, dan kalau hewannya najis maka air liurnya najis. Kategori ini sebagaimana fatwa ulama Asy-Syafi'iyah sebagaimana berikut:
وَيَقُول الشَّافِعِيَّةُ: إِنَّ مَا انْفَصَل عَنْ بَاطِنِ الْحَيَوَانِ، وَلَيْسَ لَهُ اجْتِمَاعٌ وَاسْتِحَالَةٌ فِي الْبَاطِنِ، وَإِنَّمَا يَرْشَحُ رَشْحًا كَاللُّعَابِ وَالدَّمْعِ وَالْعَرَقِ وَالْمُخَاطِ، فَلَهُ حُكْمُ الْحَيَوَانِ الْمُتَرَشَّحِ مِنْهُ، إِنْ كَانَ نَجِسًا فَنَجِسٌ، وَإِلاَّ فَطَاهِرٌ.
“Kalangan Asy-Syafi'iyah berkata: Cairan yang keluar dari bagian hewan dan bukan termasuk bagian dalam (jerowan) hewan tersebut, melainkan hanya merembes atau menetes saja seperti air liur, air mata, keringat dan ingus, maka hukumnya sama seperti hewannya. Jika hewannya najis, maka dihukumi najis, sebaliknya jika suci, maka dihukumi suci”. (Al-Mausu'atul Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah).
Berdasarkan ketentuan ini maka air liur burung walet adalah suci karena air liur termasuk rembesan, bukan cairan dari dalam perut. Beda halnya dengan muntah, kencing dan kotoran lain yang keluar dari bagian dalam perut.
Disamping itu, untuk mengetahui apakah air liur hewan tertentu najis atau suci, dapat diketahui dengan hukum halal-haramnya mengkonsumsi daging hewan tersebut. Kategori ini sebagaimana dalil-dalil berikut ini:
Dalil bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dikonsumsi adalah suci sebagaimana hadits ini:
َعَنْ عَمْرِو بْنِ خَارِجَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «خَطَبَنَا النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِمِنًى، وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ، وَلُعَابُهَا يَسِيلُ عَلَى كَتِفِي». (رواه أحمد و الترميذي)
Artinya:
Dari Amru bin Khorijah RA ia berkata: "Nabi berkhutbah kepada kami di Mina dan beliau berada di atas kendaraannya dan liur kendaraannya mengalir di pundakku.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Berdasarkan hadits diatas Imam Shan'ani berfatwa:
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ لُعَابَ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ طَاهِرٌ، قِيلَ: وَهُوَ إجْمَاعٌ، وَهُوَ أَيْضًا الْأَصْلُ، فَذِكْرُ الْحَدِيثِ بَيَانٌ لِلْأَصْلِ، ثُمَّ هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِمَ سَيَلَانَ اللُّعَابِ عَلَيْهِ، لِيَكُونَ تَقْرِيرًا.
Artinya:
“Hadits ini menunjukkan bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dimakan adalah suci. Dikatakan bahwa hal itu merupakan kesepakatan ulama, apalagi hal ini sesuai dengan kaidah hukum asal (hadits). Kemudian hal ini didasari dengan sikap Nabi SAW yg mengetahui bahwa air liur hewan tunggangan beliau jatuh, itu menunjukkan persetujuannya”. (Subulus Salam, Syarah Bulughul Maram, J.I/Hal.50)
Setelah kita mengetahui bahwa air liur hewan yang dagingnya halal dimakan itu air liurnya suci, dan air liur hewan yang dagingnya haram dimakan itu air liurnya najis, maka kita musti mengetahui apakah burung walet halal dikonsumsi?
Terdapat nash dari ulama empat madzhab, serta terjadi khilaf tentang mengkonsumsi daging burung walet, kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah menghalalkan dan kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah menghukumi haram.
Dari kalangan Al Hanafi berfatwa kehalalan mengkonsumsi burung walet karena sama dengan burung lainnya:
وفي رد المحتار على الدر المختار في الفقه الحنفي: قال في غرر الأفكار: عندنا يؤكل الخطاف والبوم، ويكره الصرد والهدهد، وفي الخفاش اختلاف. انتهى.
المالكية - قالوا: يحل أكل الهدهد مع الكراهة، وكذلك يحل أكل الخطاف... الحنفية - قالوا: يحل أكل الخطاف والبوم
(Al Fiqh Alal Madzaahib Al Arba'ah II/5)
Ibnu Qudamah dari kalangan Imam Ahmad Al Hanbali berfatwa atas keharaman mengkonsumsi burung walet karena termasuk hewan kotor:
قال ابن قدامة في المغني: ويحرم الخطاف والخشاف والخفاش وهو الوطواط.. قال أحمد: ومن يأكل الخشاف؟ وسئل عن الخطاف؟ فقال: لا أدري. وقال النخعي: كل الطير حلال؛ إلا الخفاش.. وإنما حرمت هذه لأنها مستخبثة، لا تستطيبها العرب، ولا تأكلها. والله أعلم.
فَالرَّخَمَةُ وَالْخُفَّاشُ وَاللَّقْلَقُ وَالْخُطَّافُ وَالسِّنُونُو تَحْرُمُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ.
(Al Mausu'atul Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah V/138)
Dengan merujuk kepada fatwa Imam Shon'ani dan berpijak kepada pendapat kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah maka air liur burung walet itu suci, sedangkan apabila berpijak kepada pendapat kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah maka air liur burung walet itu najis.
Dan apabila berpijak kepada pendapat kalangan Asy-Syafi'iyah yang menyatakan bahwa walet tidak termasuk hewan najis, dan air liur dihukumi seperti keringat, maka air liurnya walet adalah suci. Hal ini sebagai bentuk mengkompromikan berbagai pendapat diatas.
Kesimpulannya adalah air liur burung walet hukumnya suci karena burung walet itu suci, tidak terkendala oleh hukum memakan dagingnya yang terdapat khilaf pendapat. Sebagian ulama menghalalkannya dimakan karena disamakan dengan burung pada umumnya, tetapi sebagian ulama mengharamkannya dimakan karena termasuk hewan kotor.
Oleh karena itu maka air liurnya walet dihukumi suci dan boleh dikonsumsi, sebab air liur bukan timbul dari dalam perut, dan walet bukan termasuk hewan najis, melainkan hanya termasuk hewan yang haram dikonsumsi menurut sebagian kalangan madzhab.
0 comments:
Post a Comment