Kategori: Hukum Agama
Judul: Hukum Shalat Hajat Tahajjud Dhuha Berjamaah
tags yuqm: hukum, agama, shalat, hajat, tahajjud, dhuha
Bagaimana Hukum Shalat Hajat / Tahajjud / Dhuha apabila dilaksanakan secara Berjamaah?
Sebuah pertanyaan kompleks yg terkadang mengemuka disekitar kita. Hal ini dikarenakan adanya berbagai pengalaman religi yg terasa janggal tapi terjadi di hadapan kita atau pengalaman orang lain yg kita simak khabar beritanya.
Pertanyaan kompleks seperti itu tentu memerlukan jawaban beserta dalil syar'i demi meminimalisir dampak negatif atas perbedaan tata cara ibadah yg dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu.
Maka disini akan diulas beberapa keterangan dengan maksud dan tujuan sebagaimana di atas.
Hukum pelaksanaan Shalat Hajat (baca: Sholat Hajat) atau Tahajjud atau Dhuha yg dilakukan dengan secara berjama'ah adalah sebagaimana penjelasan syar'i berikut ini.
As-Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Husain bin Umar Al-Masyhur Ba'alawi dalam kitab beliau "Bughyatul Mustarsyidin" menjelaskan :
"Diperbolehkan sholat jama'ah pada semisal sholat witir atau sholat tasbih, hukumnya tidak makruh, namun juga tidak mendapatkan pahala (sholat berjama'ah), kecuali jika bertujuan mengajarkan cara sholat yang benar bagi para ma'mum atau memberi semangat pada mereka, adapun jika dengan tujuan tersebut akan mendapatkan pahala. Sebagaimana diperbolehkannya membaca (al-fatihah atau surat al-qur'an saat sholat) dengan keras pada waktu yang sebenarnya disunatkan untuk membaca lirih atau samar, padahal sebenarnya hal ini hukumnya makruh, namun diperbolehkan karena tujuan memberi pelajaran, apalagi untuk hal yang hukum asalnya mubah (yaitu sholat sunat dengan berjama'ah). Sepeti halnya pula perbuatan-perbuatan yang asalnya mubah mendapatkan pahala jika diniati ibadah, seperti makan dengan niat agar kuat melaksanakan ibadah. Namun, dengan ketentuan hal ini jangan sampai menimbulkan dampak negatif, semisal menyakiti orang lain atau pada akhirnya orang-orang meyakini bahwa sholat-sholat tersebut dianjurkan untuk dikerjakan secara berjama'ah. Kalau sampai hal tersebut terjadi, maka sholat jama'ah saat melaksanakan sholat-sholat tersebut hukumnya harom dan tidak boleh dikerjakan".
Keterangan diatas dikuatkan dengan salah satu hadits dalam Shahih Bukhari yang menceritakan sholat tahajjud Nabi secara berjama'ah dengan ibnu abbas sebagai berikut ;
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْضِ اللَّيْلِ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «فَتَوَضَّأَ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّقٍ وُضُوءًا خَفِيفًا يُخَفِّفُهُ - عَمْرٌو وَيُقَلِّلُهُ -، وَقَامَ يُصَلِّي، فَتَوَضَّأْتُ نَحْوًا مِمَّا تَوَضَّأَ، ثُمَّ جِئْتُ فَقُمْتُ، عَنْ يَسَارِهِ - وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ عَنْ شِمَالِهِ - فَحَوَّلَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، ثُمَّ صَلَّى مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ اضْطَجَعَ فَنَامَ
حَتَّى نَفَخَ، ثُمَّ أَتَاهُ المُنَادِي فَآذَنَهُ بِالصَّلاَةِ، فَقَامَ مَعَهُ إِلَى الصَّلاَةِ، فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
"Dari Ibnu 'Abbas ia berkata, Pada suatu malam aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu melaksanakan shalat malam. Hingga pada suatu malam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bangun dan berwudlu dari bejana kecil dengan wudlu yang ringan, setelah itu berdiri dan shalat. Aku lalu ikut berwudlu' dari bejana yang beliau gunakan untuk wudlu', kemudian aku menghampiri beliau dan ikut shalat di sisi kirinya -Sufyan juga menyebutkan sebelah kiri-, beliau lalu menggeser aku ke sisi kanannya. Setelah itu beliau shalat sesuai yang dikehendakinya, kemudian beliau berbaring dan tidur hingga mendengkur. Kemudian seorang tukang adzan datang memberitahukan beliau bahwa waktu shalat telah tiba, beliau lalu pergi bersamanya dan shalat tanpa berwudlu lagi". ( Shohih Bukhori, no.138 )
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa melaksanakan sholat-sholat sunat yang tidak disunatkan berjama'ah hukumnya boleh dilakukan secara berjamaah namun tidak mendapatkan pahala sholat jama'ah. Dan bisa mendapatkan pahala bila diniati memberi pelajaran atau memberi semangat kepada makmum dengan syarat tidak mengganggu orang lain atau menjadikan orang awam meyakini anjuran berjama'ah dalam melaksanakan shalat-shalat tersebut.
Referensi :
1. Bughyatul Mustarsyidin, Hal : 136
مسألة ب ك : تباح الجماعة في نحو الوتر والتسبيح فلا كراهة في ذلك ولا ثواب ، نعم إن قصد تعليم المصلين وتحريضهم كان له ثواب ، وأي ثواب بالنية الحسنة ، فكما يباح الجهر في موضع الإسرار الذي هو مكروه للتعليم فأولى ما أصله الإباحة ، وكما يثاب في المباحات إذا قصد بها القربة كالتقوّي بالأكل على الطاعة ، هذا إذا لم يقترن بذلك محذور ، كنحو إيذاء أو اعتقاد العامة مشروعية الجماعة وإلا فلا ثواب بل يحرم ويمنع منها
2. Mannarul Qori Syarah Shohih Bukhori, Juz : 1 Hal : 338
عنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَال َ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً فَقَامَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - مِنَ اللَّيْلِ، فَلَمَّا كَانَ في بَعْض اللَّيْلِ، قَامَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فتَوَضّأ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّق وُضُوءاً خَفِيفاً -يُخَفِّفُهُ عَمْرو وَيُقَلِّلُهُ- وقام يُصَلِّي، فَتَوَضَّأتُ نَحوَاً مِمَّاْ تُوَضَّأ ثُمَّ جِئْتُ فقُمْتُ عَنْ يَسارِهِ -وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ عَنْ شِمَالِهِ- فَحَوَّلَنِي فًجَعَلَنِي عَنْ يَمِينهِ ثم صَلَّى مَا شَاءَ اللهُ، ثم اضْطَجَعَ فَنَامَ، حَتَّى نَفَخَ، ثُمَّ أتاهُ الْمُنَادِي، فآذَنَهُ بالصَّلَاةِ، فقَامَ مَعَهُ إلَى الصَّلَاةِ، فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأ
معنى الحديث: يقول ابن عباس رضي الله عنهما " بت عند خالتي ميمونة ليلةً فقام النبي - صلى الله عليه وسلم - من الليل " أي فقام النبي - صلى الله عليه وسلم - عند منتصف الليل ليصلي صلاة التهجد " فتوضأ من شن " بفتح الشين وهو القربة القديمة " وضوءاً خفيفاً " مقتصراً على مرة واحدة، أو مرتين فقط، " وقام يصلي " صلاة التهجد " فقمت عن يساره فحولني فجعلني عن يمينه " أي فسحبني
Sebagian referensi dikutip dari: http://www.fikihkontemporer.com/2012/11/hukum-sholat-sunat-berjamaah.html
0 comments:
Post a Comment