Kategori: Khutbah Idul Adhaa
Tags: #khutbah #idul_adha #kurban #makna_qurban
Durasi 8 + 3 menit mmmm
Khutbah I
اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ. كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ:: الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ. ثُمَّ خَصَّ بَعْضَ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَاللَّيَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ الْمُتَنَوِّعَاتِ, وَ يُعَظِّمُ فِيْهَا بِالْأَجْرِ والحَسَنَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى سَبِيْلِ الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى رَسُوْلِكَ الْمُصْطَفَى مُحَمّدٍ صلعم وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بَعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِ السَّيِّئَاتِ. وَ قَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Hadirin Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa memelihara takwa kita kepada Allah dengan cara mengerjakan ibadah sebagaimana perintahNya dan menjauhi keburukan sebagaimana laranganNya.
Hadirin rahimakumullah,
Hari raya qurban atau Idul Adha merupakan hari raya ummat Islam. Di dalamnya terdapat rangkaian berbagai ibadah sunnah yang perlu kita perhitungkan untuk diamalkan, salah satunya atau semuanya; baik berupa dzikir, puasa, shalat ied, menyembelih hewan qurban, dan amalan-amalan sunnah lainnya. Banyak keterangan tentang fadhilah keutamaan beribadah pada 10 hari di awal bulan Dzul hijjah. Namun dalam khutbah singkat kali ini mari kita menyoroti “Makna Di Balik Perintah Berqurban.”
Hadirin Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Sejarah berqurban sudah berlangsung sejak generasi pertama umat manusia, yakni praktik berqurban yang dilaksanakan putra Nabi Adam, Qabil dan Habil. Kemudian dikisahkankan bahwa qurban yang diterima adalah qurban dari Habil, bukan dari Qabil karena ketaatan Habil yg semata-mata mengharap ridho Allah. Namun demikian, syariat ibadah qurban bermula dari sejarah Nabi Ibrahim as. yang diperintah oleh Allah untuk menyembelih anak kesayangannya yakni: Ismail as., seorang anak yang ia idam-idamkan bertahun-tahun, sedangkan istrinya sudah sekian lama dianggap mandul.
Atas kehendak Allah, praktek penyembelihan anak manusia itu batal dilaksanakan, karena Allah segera mengganti Ismail as. dengan hewan sembelihan yang besar. Peristiwa agung ini menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki penyembelihan atas manusia. Hal ini tiada lain hanyalah untuk menguji tingkat ketaatan Nabi Ibrahim as. terhadap Allah SWT., sebagaimana firman-Nya dalam ayat ini:
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ.
Artinya:
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim’. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Ash-Shaffat ayat 106-110)
Hadirin Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Ibadah qurban yang sudah menjadi syariat bagi seluruh ummat Islam ini selain mengandung nilai ibadah sunnah, juga mengandung makna untuk dijadikan i’tibar/pelajaran di dalam kehidupan. Pelajaran yang dapat kita ambil setidaknya ada tiga, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Totalitas ketaatan kepada Allah SWT.
Lewat perintah untuk menyembelih Nabi Ismail, Allah seolah-olah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa anak hanyalah titipan. Anak, betapapun berharganya dia, tak boleh melengahkan orang tua sehingga mengenyampingkan perintah taat kepada Allah SWT. Karena sebenarnya Allah-lah tujuan akhir dari semua kebanggaan, kesenangan, dan apapun yang dianggap berharga di dunia ini.
Nabi Ibrahim lolos dari ujian ini. Ia membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan egonya untuk tujuan mempertahankan nilai-nilai ketaatan kepada Allah. Nabi Ibrahim akhirnya mendapatkan julukan “khalilullah” (kekasih Allah) berkat ujian berat yang dilewatinya dengan cermat pada saat rasa bahagianya meluap-luap karena kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya.
Sementara Nabi Ismail, meski usianya masih muda belia, ternyata mampu membuktikan dirinya sebagai anak berbakti karena patuh kepada perintah Tuhannya. Begitu pula Si Ibu, yakni Siti Hajar, ia mampu mengubur kecintaannya terhadap buah hatinya di atas dasar kesalehan dan kepatuhan memenuhi perintah Tuhannya. Itulah bukti ketaatan nyata yang perlu kita pelajari untuk diterapkan dalam kehidupan beragama demi menuju kualitas diri yang lebih baik.
Jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Pelajaran kedua, Allah memuliakan manusia.
Dari kisah tersebut, Allah mengingatkan manusia untuk tidak menyepelekan nyawa dan darah manusia lainnya. Dan penebusan atau penggantian Nabi Ismail dengan domba besar adalah pesan nyata bahwa pengorbanan dalam bentuk sesembahan atau ritual dengan tumbal anak manusia yang berlangsung dalam tradisi sejumlah kelompok pada zaman dahulu kala, adalah hal yang justru tidak memuliakan manusia.
Manusia dengan manusia lain sesungguhnya adalah saudara. Mereka dilahirkan dari satu bapak, yakni Nabi Adam as. Seluruh manusia ibarat satu tubuh yang diciptakan Allah dalam kemuliaan. Karena itu membunuh satu manusia ibarat membunuh manusia secara keseluruhan. Larangan mengorbankan manusia merupakan penegasan tentang mulianya martabat kemanusiaan di dalam ajaran Islam. Allah SWT berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ
Artinya:
barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. (Al-Maidah, 32)
Pelajaran ketiga, Hakikat daging qurban.
Daging hewan qurban yang kemudian disedekahkan kepada orang Islam lainnya merupakan simbol dari makna pengorbanan yang maknanya sangat luas, yaitu mencakup pengorbanan dalam wujud harta benda, tenaga, pikiran, waktu, dan lain sebagainya.
Pengorbanan merupakan perwujudan dari kesadaran idividual yang tak terlepas dari makhluk sosial. Karena kelangsungan hidup manusia akan berjalan harmonis hanya apabila interaksi sosial kemanusiaan ditegakkan dan solidaritas sesama manusia dikedepankan. Di sinilah perlunya kita saling memberi, saling menghormati, dan saling menyayangi.
Adapun makna atau hakikat “menyembelih” adalah memutus urat ego kebinatangan yang terdapat di dalam diri kita untuk mencapai kedekatan (al-qurba) kepada Allah dalam rangka takwa dan mengharap keridhaan-Nya. Allah SWT berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Artinya:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Al-Hajj: 37)
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُوا اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ اِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ,وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ, وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ,
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ, وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ, وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالشَّدَائِدَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ