Khutbah Jumat - Islam Rahmatan Lil Alamin
Islam Adalah Rahmat Bagi Semesta Alam
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَاخْتِلَافَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ . اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Hadirin jamaah Shalat Jum’at rahimakumullah,
Marilah kita selalu berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dengan mengerjakan apa-apa yang diperintahkanNya dan menjauhi apa-apa yang dilarangNya. Selanjutnya kita tak boleh berhenti bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang Allah berikan, baik yang kita sadari maupun tidak. Karena nikmat adalah perwujudan dari rahmat kasih sayangNya. Kita juga mesti bershalawat atas Rasulullah karena beliaulah perantara turunnya rahmat tersebut.
Hadirin rahimakumullah,
Allah SWT berfirman, disebutkan di dalam Al-Qur’an Surat ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum, 41)
Ayat ini dengan jelas mengungkapkan bahwa di balik kerusakan yang terjadi di muka bumi maupun di laut adalah karena ulah manusia. Bencana alam tidak datang tiba-tiba, melainkan melalui faktor penyebab, yakni sifat dan perilaku manusia. Kebakaran terjadi karena masifnya alih fungsi lahan dari yang semula terkategori lahan basah lalu dibuatlah kanal-kanal disertai pengeringan buatan tanpa pertimbangan jangka panjang. Padahal kekeringan itu dapat memicu kebakaran, terutama di musim kemarau. Kemudian banjir, terjadi karena kurangnya serapan air dikala musim hujan. Perilaku membuang sampah yang sembarangan lambat laun akan menyebabkan penyumbatan terhadap saluran air. Karena sampah-sampah yang tidak mudah terurai akan dibawa arus air secara serampangan atau menutup saluran drainasenya. Padahal sanitasi yang buruk merupakan pemicu utama terjadinya banjir. Selain itu, praktik penebangan pohon yang membabi buta, dan abai terhadap pentingnya aksi penghijauan, adalah di antara sumber masalah yang patut diperhatikan. Karena semakin sedikit pohon yang terdapat di permukaan bumi maka semakin sedikit pula daya serapnya terhadap air hujan. Sehingga saat hujan datang, air akan meluap karena tidak lagi diserap oleh akar-akar pohon.
Hadirin jamaah Shalat Jum’at rahimakumullah,
Allah adalah rabbul ‘alamîn, yakni Allah adalah tuhan seluruh alam. Dapat juga diartikan bahwa hamba Allah bukan hanya manusia saja, melainkan seluruh makhluk di jagad raya ini. Hewan, tumbuhan, tanah, udara, gunung, laut, dan lain sebagainya adalah hambaNya. Dalam konteks hubungan antara khaliq dan makhluq, Allah memberikan petunjuk dengan konsep rahmatan lil ‘alamin, yakni menebar kasih sayang kepada seluruh alam. Konsep ini merupakan misi utama ajaran Islam. Alhasil, manusia tak hanya dituntut berbuat baik terhadap manusia lainnya saja, tapi juga dituntut berbuat baik terhadap makhluk lainnya. Itulah mengapa saat perang Badar, Rasulullah melarang pasukan Muslim merusak pohon dan membunuh binatang sembarangan. Di sisi lain, Rasulullah Saw bersabda:
قَاطِعُ السِّدْرِ يُصَوِّبُ اللهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ
“Orang yang memotong pohon bidara, kepalanya akan dituangkan kepadanya cairan di neraka.” ( HR. Imam Baihaqi, al-Kubro )
Ada 3 pendapat dalam memahami hadis di atas;
Pertama, larangan ini berlaku untuk pohon bidara di tanah haram (Mekah dan Madinah). Sehingga pohon bidara di luar tanah haram, tidak masalah ditebang jika memang diperlukan untuk ditebang. Ini merupakan pendapat as-Suyuthi dalami risalah beliau: “Ra’u al-Hadzar an Qath as-Sidr”.
Kedua, larangan ini telah di-mansukh (dihapus), sehingga hukumnya tidak berlaku. Ini adalah pendapat at-Thahawi. Beliau berdalil dengan riwayat dari Urwah bin Zubair – salah satu perawi hadis – bahwa beliau pernah memotong pohon bidara.
Ketiga,
larangan ini hanya berlaku untuk
pohon
bidara yang
ada di jalanan padang pasir karena digunakan masyarakat untuk
berteduh. Memotong pohon semacam ini tanpa ada tujuan yang jelas atau
karena ingin menghilangkan fasilitas yang bermanfaat bagi masyarakat
adalah termasuk dosa besar. Larangan ini dapat dijadikan pengkiasan
terhadap pohon selain bidara. Ini adalah pendapat Abu
Daud, dalam kitab sunannya.
Hadirin rahimakumullah,
Hal ini menjadi bukti bahwa Islam sangat menyayangi alam. Karena manusia dan alam memiliki hubungan keterkaitan dan timbal balik. Manusia memang diberi kelebihan untuk bisa memanfaatkan alam tapi ia sekaligus berkewajiban pula melestarikan dan melindunginya. Saat alam hanya diposisikan sebagai objek yang dimanfaatkan, maka eksploitasilah yang akan muncul. Sedangkan eksploitasi yang timbul dari sifat serakah akan berdampak pada kerusakan dan mengakibatkan bencana alam. Sebaliknya, bila manusia bersahabat dan berbuat baik terhadap alam, maka alam pun mendatangkan maslahat bagi dirinya. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيرٌ أَوْ إِنْسَانٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ رواه البخاري ومسلم والترمذي
Artinya, “Dari sahabat Anas ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon atau menebar bibit tanaman, lalu (hasilnya) dimakan oleh burung atau manusia, melainkan itu akan bernilai sedekah bagi penanamnya,’” (HR Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi).
Hadirin jamaah Shalat Jum’at rahimakumullah,
Islam sangat peduli terhadap alam. Islam sangat ramah terhadap lingkungan. Bahkan Islam mengenal konsep rahmatan lil ‘alamin jauh sebelum ada istilah pemanasan global ataupun go green. Maka kita sebagai umat Islam semestinya turut serta dalam program-program pelestarian alam, apapun istilahnya. Karena bagi umat Islam yang mempraktekkannya ia akan mendapatkan manfaat langsung di dunia sekaligus pahala amal shalih atas upayanya mengikuti perintah Allah dan Rasulnya. Akhirnya, kita berharap semoga kita selalu diberi petunjuk dan bimbingan oleh Allah sehingga kita menjadi pribadi yang rahmatan lil ‘alamin, penebar kemanfaatan terhadap seluruh alam. Amin ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُم فِيْ القُرانِ العَظِيْمْ ونَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْم،ِ أَقًوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُوا اللهَ العَظِيْمْ، إنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحابه وتابِعِيْهِ إلى يَوْمِ المَعَادِ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَوات. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ وَالرَّخَاءَ لَهُمْ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ
اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ، وَالْوَبَاءَ، وَالرِّبَا، وَالزِّنَا، وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ، وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا أندُونِيسِيَا خَاصَّةً، وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ