Berbagi: khutbah, dalil, hukum, amalan, sosial, agama

yuqm.blogspot.com

  • Welcom to menu 1

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcom to menu 2

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

  • Welcome to Menu 3

    Selamat datang di blog kami. Semoga Anda mendapatkan sesuatu yang berarti.

Saturday, July 17, 2021

Maksud dan Hukum Amalan Do'a Dengan Simbol Isyarat

Inilah Maksud dan Hukum Amalan Do'a Dengan Simbol Isyarat, Kategori Amalan Keagamaan, Judul: Menelusuri Maksud Do'a Dengan Simbol Isyarat, tags: #doa #amalan #dalil #hukum #agama #doa_simbolik #media_doa

Maksud dan Hukum Amalan Do'a Dengan Simbol Isyarat

Kita sudah memaklumi bahwa doa adalah permohonan hamba kepada Allah. Doa merupakan ibadah yg diperintahkan langsung oleh Allah kepada seluruh umat Islam. Saking kuatnya perintah berdoa, maka orang yg sengaja tidak mau berdoa kepada Allah pantas disandangkan baginya gelar orang sombong.

Allah SWT berfirman dalam QS Al Mukmin ayat 60:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

Artinya:
Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku mereka akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina." (Al Mu'min, 60)

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

سَلُوا اللَّهَ كُلَّ شَيءٍ حَتَّى الشِّسعَ

“Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun”.
(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/42)

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:

وكان بعض السلف يسأل الله في صلاته كل حوائجه حتى ملح عجينه وعلف شاته

“Dahulu para salaf meminta kepada Allah dalam shalatnya, semua kebutuhannya sampai-sampai garam untuk adonannya dan tali kekang untuk kambingnya”.

Terkait dengan berdoa, ada pula doa secara simbolik atau yg disebut juga dgn ad-du’a' bil-isyaroh (doa dengan isyarat) atau istilah dari Al-Hafizh Ibn Hajar Al-‘Atsqalani dan Abu Al-Hasan Al-Mubarakfuri yaitu ad-du’a' bir-rumuz (berdoa dgn simbol).

Dan ternyata berdoa dgn cara ini memang ada landasan dasar amalan dalam Islam. Salah satu di antaranya adalah sebuah riwayat sahih dari Imam Al-Bukhari yg bersumber dari Abdullah Bin Zaid Al-Anshari berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى يُصَلِّي وَأَنَّهُ لَمَّا دَعَا أَوْ أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ،اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ

Artinya: Suatu kali, Nabi Saw keluar untuk melaksanakan salat (istisqa). Ketika beliau hendak berdoa (meminta hujan), beliau menghadap ke arah kiblat sambil memutar selendangnya. (H.R. Al-Bukhari).

Hadis tersebut mempunyai redaksi yang beragam namun memiliki kandungan yg sama. Intinya adalah bahwa maksud Nabi SAW ketika memutar bagian atas selendangnya ke arah bawah dan bagian bawah diputar ke arah atas, juga dgn selendang bagian kiri ke kanan dan bagian kanan ke kiri merupakan simbol atau isyarat agar keadaan berubah dari musim kemarau menjadi musim hujan.

Maksud lain dari perbuatan Nabi yg semacam itu adalah doa kepada Allah agar dikabulkan suatu permohonan, hanya saja cara berdoa beliau dengan menggunakan isyarat/simbol berupa membolak-balikan selendang.

Begitu juga dengan sebuah hadis sahih yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hambal, bersumber dari Khallad Bin As-Saib Al-Anshari berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلى الله عَليه وسَلم كَانَ إِذَاسَأَلَ جَعَلَ بَاطِنَ كَفَّيْهِ إِلَيْهِ، وَإِذَا اسْتَعَاذَ جَعَلَ ظَاهِرَهُمَا إِلَيْهِ

Artinya:
Nabi Muhammad SAW ketika berdoa meminta kebaikan, beliau berdoa dengan telapak tangannya. Namun jika berdoa supaya terhindar dari keburukan, beliau berdoa dengan punggung tangannya. (H.R. Ahmad ibn Hambal).

Sebagaimana hadis sebelumnya, hadis ini juga mengandung maksud berdoa dgn simbol/isyarat. Dalam hadis ini ditegaskan bahwa ketika berdoa meminta kebaikan, Nabi menggunakan telapak tangannya. Namun ketika berdoa meminta perlindungan dari keburukan beliau menggunakan punggung tangannya.

Ini menjelaskan bahwa mengangkat tangan sewaktu berdoa hanyalah sebatas simbol/isyarat semata, dgn tujuan memohon agar apa yg diinginkan di hati, diucapkan di lisan, juga disimbolkan oleh anggota tubuh. Tidak mustahil dengan simbol tersebut, doa yg dipanjatkan akan membangkitkan rasa khusyuk karena akan semakin dijiwai, dgn harapan lebih cepat diterima oleh Allah SWT. Inilah yg sering dipraktekkan aktor aktris di saat memerankan sandiwaranya. Haruskah para pendoa meninggalkan action ini?

Sedangkan dalil lain tentang berdoa pakai simbol isyarat adalah sebuah riwayat yg juga bersumber dari Imam Al-Bukhari di mana beliau menceritakan kisah Abu Hurairah yg mengadukan kelemahan hafalannya kepada Nabi SAW, lalu Nabi mendoakannya dgn perantara simbol sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ قَالَ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ

Artinya:
Abu Hurairah bercerita, ”Saya berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulallah, saya sering mendengarkan hadits engkau, tapi sayang banyak yang saya lupa”. Lalu Rasulullah menjawab, “Bentangkan sorbanmu!”. Saya pun membentangkannya. Lalu Rasul menggulungnya dengan kedua tangan beliau. Kemudian beliau berkata lagi, “Kumpulkan!”, saya pun mengumpulkannya. Setelah peristiwa tersebut saya tidak pernah lupa (terhadap apa yang beliau sampaikan). (H.R. Al-Bukhari)

Abu Hurairah di hadapan Nabi SAW adalah sebagai sahabat sekaligus santri beliau. Ia sangat tekun menghadiri pengajian Nabi. Hampir tak ada waktu terlewatkan, kecuali ia mengikuti pengajian Nabi.

وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم في حديث يحدثه ( إِنَّهُ لَنْ يَبْسُطَ أَحَدٌ ثَوْبَهُ حَتَّى أَقْضِيْ مَقَالَتِيْ هَذِهِ ثُمَّ يَجْمَعُ إِلَيْهِ ثَوْبَهُ إِلاَّ وَعَى مَا أَقُوْلُ ) . فبسطت نمرة علي حتى إذا قضى رسول الله صلى الله عليه و سلم مقالته جمعتها إلى صدري فما نسيت من مقالة رسول الله صلى الله عليه و سلم تلك من شيء (أخرجه البخاري في صحيحه)

Artinya:
“Rasulullah pernah menegaskan dalam suatu hadits yg beliau sabdakan, ‘Orang yang menggelar pakaiannya sampai aku selesai menyampaikan pengajianku ini kemudian ia ikat pakaiannya itu, pasti tidak akan lupa terhadap apa yang aku katakan.” Mendengar hal itu, Aku langsung menggelar selimutku sampai akhir pengajian Nabi. Ketika berakhir, aku pun segera melekatkannya di dadaku. Sejak itu, aku tak pernah lupa hadis Nabi sedikitpun.” (HR. Al-Bukhari).

Dalil lainnya tentang doa simbolik/isyarat sebagaimana berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Artinya;
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”

Akan tetapi, perlu digarisbawahi juga bahwa tidak semua tradisi bisa dianggap sebagai doa simbolik. Sekurang-kurangnya ada dua syarat mutlak yg harus dipenuhi agar sebuah tradisi dapat dianggap sebagai doa simbolik;

Pertama, tradisi atau amal perbuatan tersebut mengandung maksud doa dan harapan kebaikan dari Allah SWT.

Kedua, tidak ada unsur-unsur yg bertentangan dgn kaidah-kaidah syariat agama Islam seperti menyekutukan Allah, meyakini bahwa ada benda atau media tertentu selain Allah, yg diyakini bisa mendatangkan manfaat atau menangkal mudharat, menyembelih dgn menyebut nama selain Allah, dan semacamnya. Selama kedua unsur tersebut terpenuhi, maka ia pantas dianggap sebagai doa simbolik atau isyarat.

Karena sejatinya, yang bisa memberi manfaat dan menghindarkan madharat hanyalah Allah saja, sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

Artinya:
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?” Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri”. [QS. az-Zumar, 39: 38]

Dengan demikian disimpulkan bahwa hukum berdoa menggunakan simbol benda tertentu adalah boleh sebagai media pedorong kekhusyu'an di dalam berdoa. Di samping itu media yg dipakai di dalam berdoa berperan sebagai penyelaras atau pengokoh antara ucapan (doa) dan tindakan (aksi). Adapun pembatas antara kebolehan dan kesyirikan bermuara pada pijakan keyakinan yg sangat jelas.

Dengan kata lain, berdoa menggunakan simbol2 ini dihukumi boleh dgn ketentuan di atas, selama meyakini simbol sebagai pengokoh doa. Dan syirik apabila meyakini simbol atau bahkan doa itu sendiri sebagai sekutu Allah yang mengabulkan suatu hajat. Semoga kita bisa membedakan dua keyakinan yg tampak jelas berbeda ini.

Demikian ulasan tentang maksud dan hukum doa simbolik atau berdoa menggunakan media tertentu berupa alat atau barang. Semoga tulisan ini dapat menjadi acuan pengambilan dalil hukum dalam pengamalannya di tengah masyarakat. Selanjutnya diharapkan dapat memberi keyakinan dalam ibadah, serta dapat menjadi jalan terkabulnya hajat dgn cepat berkat ittiba' dan pengamalan yg benar.
Share:

Thursday, July 15, 2021

Amalan Do'a Setelah Surah Al Ghaasyiyah


Ini Do'a Setelah Surah Al Ghasyiyah

sebagai amalan keagamaan yang perlu diterapkan di dalam ibadah, khususnya sholat.


Allah SWT berfirman dalam QS Al Ghaasyiyah : 24

فَيُعَذِّبُهُ اللّٰهُ الْعَذَابَ الْاَكْبَرَۗ

Allah SWT berfirman dalam QS Al Ghaasyiyah : 26

ثُمَّ اِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ 

Ketika imam membaca surah Al-Ghaasyiyah pada shalat jahriyah misalnya shalat Jumat, setelah bacaan ayat "Fayu'adzdzibuhullaahul 'adzaabal akbar" (ayat ke 24) dan diakhir surat tersebut (ayat ke 26) Surah Al Ghosyiyah, sebagian makmun segera menjawab dengan suatu bacaan. Sebenarnya apa yang mereka amalkan?


Dalam sebuah hadits sahih riwayat Ibnu Khuzaimah Nomor 684 dijelaskan bahwa "fa kaana la yamurru bi ayati takhwifin illa ista'adza wa la ayati rahmatin illa sa-ala wa laa aayati tanziihin illaa sabbaha" Artinya: "Rasulullah tidak pernah membaca ayat tentang siksa kecuali beliau meminta perlindungan darinya, tidak membaca ayat tentang rahmat kecuali memintanya, dan tidak membaca ayat yang mensucikan Allah kecuali membaca tasbih".


Hadits ini menunjukkan bahwa amalan membaca doa ketika imam membaca ayat tertentu yang berkaitan dengan siksa, nikmat atau yang lain, makmum boleh membaca doa tersebut. Sebab hadits di atas dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika beliau shalat dengan membaca 200 ayat setiap rakaatnya.

Di dalam kitab Busyro al Karim juz I halaman 77 disebutkan:

ويسن سؤال الرحمة بنحو: "اللهم إغفر أو إرحم" عند قراءة أية رحمة, والإستعاذة بنحو: "اللم أعذنى من النار" عند قراءة آية عذاب, والتسبيح آية التسبيح, وعند آخر والتين, وآخر القيامة أن يقول:"بلى وإنا على ذلك من الشاهدين", وعند آخر المرسلات :"آمنا بالله", يفعل ذلك كله من الإمام والمنفرد لقراءة نفسه, والمأموم لقراءة إمامه أو نفسه حيث لم يسمع قراءة إمامه وغير المصلى لكل قراءة سمعها.

Dan disunahkan meminta rahmat dengan berucap semisal : “Ya Allah ampunilah, Ya Allah rahmatilah” ketika membaca ayat rahmat. Dan disunahkan meminta perlindungan dengan berucap semisal : “Ya Allah, selamatkanlah aku dari api neraka” ketika membaca ayat adzab, bertasbih ketika membaca ayat tasbih, dan ketika membaca akhir dari surat at-tin dan akhir surat al-Qiyamah agar membaca: (“Ya, dan kami atas hal itu termasuk para saksi,) dan pada akhir surat al-Mursalat agar membaca : (“Kami beriman kepada Allah”.)disunahkan agar melakukan hal tsbt masing-masing imam dan orang yang shalat sendiri karena mendengar bacaannya agar melakukan ssemua yang tersebut tadi, dan seorang makmum karena bacaan imamnya atau karena mendengar bacaannya sendiri apabila dia tidak mendengar bacaan imam, dan bagi orang yang tidak shalat apabila mendengar setiap bacaan yang ia dengar.


Doa yang dibaca setelah ayat "Fayu'addzibuhullahul adzabal akbar" (ayat 24) adalah:

اَللّٰهُمَّ أَعِذْنَا مِنْ عَذَابِكَ 

 “Allahumma a’idzna min ‘adzabika” 

(Ya Allah, lindungi kami dari siksaMu). 

Adapun doa yang dibaca di akhir Surah al-Ghasyiyah adalah:

رَبِّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا

“Robbi haasibni hisaaban yasiro.." 

(Ya Allah ringankanlah hisab kami).


Dengan demikian membaca doa dalam shalat ketika Imam sedang membaca Al Quran adalah boleh bahkan dalam kitab Ibnu Katsir adalah dianjurkan mengamalkannya berdasarkan beberapa riwayat hadits. Begitu pula doa-doa yang terdapat dalam Yasin Fadhilah adalah rangkaian do'a yang sesuai hadits di atas, dan Yasin Fadhilah bukanlah menambah-nambahi ayat dalam Yasin, tetapi menyelipkan doa di dalam bacaan al quran. Demikian. Semoga bermanfaat.


Share:

Thursday, June 24, 2021

Khutbah Jum’at, Membiasakan Ibadah Tafakkur

Kategori: Khutbah Jum’at:

Judul: Membiasakan Ibadah Tafakkur

Durasi: 7 dan 5 menit



Khutbah I

 الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Jamaah shalat Shalat Jum’at hafizhakumullâh,

Kita bersyukur, karena Allah masih senantiasa memberikan kesempatan untuk berbuat amal baik berupa keampuan untuk melaksanakan shalat Jumat, khususnya hari ini. Kita bershalawat atas Rasulullah karena ajaran beliaulah yang menjadi lentera jalan keislaman ini. Selanjutnya,  marilah kita bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah2Nya dan meninggalkan larangan2Nya.

Kita telah memaklumi, bahwa akal merupakan karunia terbesar yang Allah berikan kepada manusia sebagai cara untuk memuliakannya daripada semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Nyaris semua kemampuan fisik yang dimiliki manusia, juga dipunyai hewan; Bahkan hewan bisa lebih andal dalam hal-hal fisik. Hanya saja, sehebat apa pun kapasitas hewan, ia tetap tidak akan mampu menciptakan peradaban agung lantaran tak mempunyai akal sebagaimana dimiliki manusia.

Dengan demikian, pantaslah manusia (al-insân) selalu didefinisikan sebagai hayawân nâthiq, yakni hewan yang berpikir. Maka akal atau pikiran adalah kunci pembedanya. Hilangnya fungsi akal pada diri manusia akan menurunkan derajatnya selevel dengan hewan, atau bahkan lebih rendah.

 

Jamaah shalat Shalat Jum’at hafizhakumullâh,

Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa kebanyakan ahli neraka adalah mereka yang tak mau menggunakan akal pikiran, mata, dan telinganya untuk merenungkan ayat-ayat Allah sebagai ibroh dan pembelajaran kehidupan. Akibatnya mereka pun tersesat di dalam mengarungi kehidupan. Allah SWT berfirman:

 أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al-A’raf: 179)

 

Jamaah shalat Shalat Jum’at hafizhakumullâh,

Peringatan utk berpikir, merenung, atau mendayagunakan akal tersebar banyak dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Semua itu menunjukkan betapa Islam sangat memperhatikan potensi akal manusia. Oleh karena itu, memikirkan atau merenungi ciptaan Allah dikategorikan sebagai ibadah, bahkan bisa lebih utama dibanding ibadah sunnah semalaman. Perintah tentang berpikir dan menghayati ciptaan Allah datang langsung dari Allah, termaktub dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran, 190-191).


Dan keutamaan bagi orang yang berfikir tentang keagungan ciptaan-ciptaan Allah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

التَّفَكُّرُ سَاعَةً خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ

Berfikir sesaat lebih baik dari pada shalat malam (al-Adzamah, juz 1/ hal. 297).

 

Jamaah shalat Shalat Jum’at hafizhakumullâh,

Anjuran berfikir tentang ciptaan Allah sangat luas tanpa batas. Namun utk mengerucutkan jangkauan khayal, kita tarik satu perumpamaan saja, misalnya berfikir tentang keagungan ciptan Allah berupa langit; Bagaimana langit diciptakan tanpa tiang, bagaimana perencanaan konstruksinya, berapa lama proses penciptaanya, berapa macam hiasan dan ornamennya, berapa banyak makhluk yang menghuninya, dan seterusnya.

 

Dengan membiasakan berfikir semacam itu maka akan tercetus suatu pengakuan dalam hati seraya berkata: "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka.” Dengan itu maka semakin tampak keagungan Allah Yang Maha Perkasa, dan semakin nyata bahwa tiada satu pun yang perlu diagungkan selain-Nya.

 

Rasulullah juga bersabda:

تَفَكَّرُوْافِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ، فَإِنَّكُمْ لَنْ تَقْدِرُوْا قَدْرَهُ

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan kalian memikirkan tentang Dzat Allah karena kalian pasti tak memiliki kesanggupan untuk itu.” (HR. Abu Syekh dari Ibnu ‘Abbas)

 

Jamaah shalat Shalat Jum’at hafizhakumullâh,

Dalam sehari semalam ada 24 jam, dan ada jam-jam tertentu yang dapat kita tentukan untuk se-saat berfikir. Di saat itulah kita kerahkan fikiran utk memilih jenis ciptaan Allah yang mana yang dianggap paling pas utk difikirkan sebagai perenungan. Semoga dengan ini kita terbiasa berfikir, digolongkan sebagai orang-orang yang menggunakan akal fikiran (ahli tafakkur), dan mendapat pahala ibadah yang sempurna sebagaimana yang diharapkan. Amin .

 

 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Share:

Thursday, June 3, 2021

Kenapa Istri Harus Lebih Dimuliakan Dari Pada Bos?

Kenapa Istri Harus Lebih Dimuliakan Dari Pada Bos? Keterangan dari video berikut akan menjelaskan hukum serta dalil mengenai tugas kewajiban istri di dalam keluarga, masyarakat dan soal agama.  

Sosial masyarakat Istri Lebih Dimuliakan Dari Pada Bos


Inilah beberapa alasan atau dalilnya



Alasan lainnya:


Dalil lainnya:


Selamat menonton.

Semoga jadi penyebab semakin banyaknya istri solehah di muka bumi, mendatangkan kesejukan di hati masyarakat, memberikan ketentraman di dalam bersosial bermasyarakat. Aaamiiin. YRA.

Semoga bermanfaat.


Share:

Khutbah Jumat: Dampak Rohani dari Apa yang Kita Konsumsi

Judul: Dampak Rohani dari Apa yang Kita Konsumsi

Label: Khutbah Jumat

Durasi: 7 & 5 menit



Khutbah I

   الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى 

فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ (النحل, 114)

Hadirin jamaah shalat Jum'at rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Dan marilah kita senantiasa takut akan adzab Allah, dengan bersungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Karena inilah esensi dari ketakwaan. Sedangkan meninggalkan perintah-perintah-Nya dan menjalankan larangan-larangan-Nya adalah suatu kemungkaran yang berindikasi bahwa seseorang tidak takut akan azab Allah. Wal'iyaadzu billaah.

Jamaah shalat Jumat hafizhakumullâh,

Dalam Islam, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan. Sebaliknya, mengonsumsi makanan dan minuman yang haram adalah suatu keharaman yang harus ditinggalkan. Inilah ujian ketakwaan yang nyata dan selalu kita hadapi setiap saat. Kita selaku muslim mesti selektif tentang hal ini dengan maksud untuk menjaga kualitas ketakwaan kita kepada Allah, di samping mengingat konsekwensinya yang amat teramat fatal dalam kelangsungan hidup kita di dunia dan akhirat.

 

 Allah SWT berfirman:

كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْۙ وَلَا تَطْغَوْا فِيْهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبِيْۚ وَمَنْ يَّحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبِيْ فَقَدْ هَوٰى 

“Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh, binasalah dia.” (Thaha, 81)

 

Jamaah shalat Jumat Rahimakumullâh,

Dalam Ilmu Fiqih ditafsilkan bahwa keharaman barang dipengaruhi oleh setidaknya dua hal.

Pertama, haram secara fisik (li dzâtihi). Maksudnya yaitu barang tersebut diharamkan oleh syariat karena dzat barang tersebut membawa mudarat bagi tubuh, merusak akal, najis, menjijikkan dan ada nash dari Al-Qur’an atau Al-Hadits. Contoh dari barang haram model ini antara lain: arak, narkoba, kotoran, bangkai, daging babi, dan sejenisnya. 

Kedua, haram karena sebab (li sababihi). Maksudnya yaitu barang tersebut diharamkan oleh syariat karena proses mendapatkannya tidak dibenarkan oleh syariat. Maka makanan yang halal dzatnya dapat berubah status menjadi haram. Contoh dari barang haram model ini antara lain: barang hasil menipu, mencuri, judi, suap, upah dari melakukan kejahatan, dan sejenisnya.

 

Jamaah shalat Jumat Rahimakumullâh,

Disebutkan dalam kitab: Al-Minahus Saniyyah, disusun oleh: Syekh Abdul Wahab asy-Sya'rani, bahwa Syekh Abu Ishaq Ibrahim al-Matbuli berwasiat:

  وَاحْذَرْ مِنْ أَكْلِ غَيْرِ الحَلاَلِ فَإِنَّ أَكْلَ غَيْرِ اْلحَلَالِ يُقَسِّي اْلقَلْبَ وَيُظْلِمُهُ وَيَحْجُبُهُ عَنْ دُخُوْلِ حَضْرَةِ اللهِ تَعَالَى وَيُخْلِقُ الثِّيَابَ

"Hindarilah olehmu makanan yang haram. Sebab makanan yang haram itu mengeraskan hati, menggelapkannya, dan menghalanginya dalam bermakrifah kepada Allah, serta merusakkan pakaian (akhlak luhur)."

 

Jamaah shalat Jumat Rahimakumullâh,

Setiap umat Islam tidak hanya wajib menjaga dari sesuatu yang haram hanya semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk keluarganya. Lebih-lebih bagi seorang kepala keluarga, yang nota benenya sebagai tulang punggung keluarga. Dalam berikhtiar mencari nafkah mesti disertai pertimbangan masak-masak, segala upaya memperoleh rizki mesti berasal dari cara dan sumber yang halal, senantiasa menghindari cara-cara yang haram, mewaspadai dampak tersebut lambat atau cepat, pasti mempengaruhi jasmani dan rohani, dan senantiasa mengingat bahwa apa saja yang kita kerjakan pasti dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT.  

 

Rasulullah bersabda:

   كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ  

“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih utama baginya.” (HR Ahmad)

 

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,  

Semoga kita semua, termasuk anak, cucu, istri, dan keluaraga kita, terselamatkan dari barang-barang yang haram, diberi kelapangan dalam mencari rizki yang halal, dimudahkan jalan untuk berbagai ketaatan, segala upaya dinilai ibadah, tenang dalam menjalani kehidupan sehari-hari, rukun-tentram bersama teman, keluarga dan tetangga, serta bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.

    بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِكْرِ الْحَكِيْمِ , وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ, إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

 Khutbah II

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا .  أَمَّا بَعْدُ . فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ , وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ اْلمُقَرَّبِيْنَ , وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ . اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Share:

Wednesday, May 12, 2021

Khutbah Jum'at - Memantapkan Orientasi Hidup Pasca Ramadhan

Judul: Memantapkan Orientasi Hidup Pasca Ramadhan

Kategori: Khutbah

Khutbah I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Alhamdulillah, kita semua diberikan nikmat oleh Allah SWT, nikmat iman, nikmat sehat dan sempat , sehingga bisa menjalankan ibadah shalat Jumat sembari menggalakkan silaturrahim di bulan Syawal dengan keluarga kita, kerabat kita, tetangga kita, dan saudara seiman seagama. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Pada kesempatan khutbah Jumat ini, kami mengingatkan diri kami pribadi dan kita semua, agar selalu berupaya meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi larangaNnya; Menerapkan takwa di mana pun kita berada: di tempat kerja, di jalan raya, di tempat-tempat umum, di tempat sepi, dan dimana saja, semoga kita tetap menjalankan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala, dan merasa selalu dalam pantauan Allah SWT.

Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Selama sebulan penuh kita telah menjalani puasa Ramadhan sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an, yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah, ayat 183)

Di dalam bulan Ramadhan banyak hal yang dalam kondisi normal kita boleh melakukannya karena hukumnya mubah. Tetapi selama puasa di siang hari kita dilarang melakukannya seperti makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa. Semua itu untuk melatih kita menjadi manusia yang mampu menahan diri.

Jika terhadap hal-hal yang pada hari-hari biasa kita boleh melakukannya namun kita sanggup menahan diri pada saat berpuasa, maka terhadap hal-hal yang memang dilarang, tentu kita mampu meninggalkan larangan itu. Dan apabila hal ini sudah menerap dalam diri, berarti tujuan ibadah puasa yang paling puncak, yakni agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah, sudah kita raih. Dan mudah-mudahan kita termasuk dari orang-orang yang beruntung, kembali kepada fitrah. (Minal ‘aaidiin wal faaiziin).

Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,

Ramadhan sudah kita lewati. Dan sekarang kita sedang berada di bulan Syawal, di tahun 1442 H. Di bulan inilah kita perlu memantapkan orientasi hidup kita ke depan agar hidup ini lebih terarah, mempunyai nilai di sisi Allah serta bermanfaat bagi sesama. Allah SWT berfirman:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَٱنصَبْ

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (Al-Insyirah, Ayat 7).

Urusan kita bermacam-macam. Baik urusan pribadi, usaha, bisnis, keluarga, kelompok, organisasi, instansi, dlsb. Membuat berbagai perencanaan-perencanaan yang bersifat duniawi, In Syaa allah sudah tersusun rapi di agenda pemikiran. Namun sudahkah kita merencanakan urusan keakhiratan sebagaimana urusan keduniaan? Apapun kenyataannya, sekaranglah saatnya kita menyusun rencana keakhiratan tersebut, khususnya untuk sebelas bulan kedepan, demi mencapai kualitas Ramadaniyah tahun depan yang lebih bagus lagi.

Kita semestinya mengevaluasi bagaimana kualitas dan kuantitas amal ibadah kita selama ini. Setelah itu kita rencanakan upaya terbaik yang akan meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah kita demi mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat nanti. Dan suatu hal yang harus selalu kita ingat ialah agar kita senantiasa mengarahkan semua urusan dan aktivitas hidup kita untuk kepentingan ukhrawi. Karena sebenar-benarnya kehidupan adalah kehidupan akhirat. Allah SWT berfirman:

وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (QS. Al-'Ankabut Ayat 64)

Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Apabila urusan- urusan kita di dunia berhasil diarahkan untuk kehidupan yang abadi di akhirat, maka aktifitas yang kita lakukan sehari-hari akan menjadi lebih bermakna karena bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Hal inilah yang Allah maksudkan di dalam tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah SWT berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Aku (kata Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat, 56)

Hadirin jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Oleh karena itu marilah kita melakukan Tajdiidun Niyaat, memperbaharui niat, mengubah orientasi hidup, dan memperbaharui orientasi duniawi menjadi orientasi ukhrawi. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan:

كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الدّنْياَ وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِيَّة مِن أَعْمَالِ الآخِرَة، كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الأخرة ثُمَّ يَصِيْر مِن أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِيَّة

“Banyak sekali amal duniawi kita yang seakan-akan merupakan amal dunia semata, seperti makan dan minum, berkerja dan beraktifitas sehari hari yang seakan-akan merupakan amalan duniawi namun menjadi amalan ukhrawi karena didasari niat yang baik, yakni niat melakukan sesuatu perbuatan karena Allah.” Tapi sebaliknya, banyak sekali amalan kita lakukan yang seakan-akan itu amalan akhirat namun dengan niat yang tidak tepat, maka semua itu hanya menjadi amalan duniawi belaka. Subhaanallaah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Share: