Sebelum dikemukakan dalil tentang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, akan dikemukakan terlebih dahulu pengertian dan sejarahnya, supaya tulisan ini dapat menjadi sumbangan referensi ilmu, khususnya tentang kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat.
| Pengertian Maulid NabiKata "maulid" berasal dari bahasa Arab:
مولد (mawlidun) artinya: Tempat / waktu lahir. Padanan katanya adalah:
مبلاد (miilaadun). Pengertian "Maulid Nabi" adalah: Hari lahir atau kelahiran Nabi. Maksud "Maulid Nabi" adalah: Perayaan atau Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW,
Perayaan Maulid Nabi dilaksanakan serentak sesuai kalender pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriyah. Tetapi Perayaan atau Peringatan Maulid Nabi secara personal atau kelompok dilaksanakan sepanjang bulan Rabiul Awal setiap tahun.
Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansial, peringatan ini dilaksanan sebagai ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
|
Sejarah Maulid NabiMayoritas ahli sejarah, seperti: Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi, Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Katsir, dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar.
Sultan Al-Muzhaffar (549-630 H. / 1154-1233 M.) adalah seorang raja yang mujahid, berilmu dan bertakwa. Beliau adalah penguasa Irbil, salah satu wilayah di Irak.
Dijelaskan oleh Sibth, cucu Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dari berbagai kalangan, termasuk ulama dari berbagai disiplin ilmu. Tiga hari sebelum hari pelaksanaan peringatan Maulid Nabi tersebut, beliau telah melakukan segala macam persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan pada perayaan Maulid Nabi tersebut.
Namun demikian masih terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa orang pertama mengadakan Peringatan Maulid Nabi adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138 - 4 Maret 1193). Beliau adalah seorang jenderal dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr.
Dikisahkan bahwa Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat islam yang mulai padam. Pada perayaan tersebut kembali diserukan untuk membangkitkan semangat berjihad dalam membela Islam. Masa itu disebut Masa Perang Salib sebagai sebutan bagi perang agama di Asia Barat dan Eropa antara abad ke-11 sampai abad ke-17 Masehi).
| Dalil Maulid NabiDalil 1Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَىَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًۢا بِرَسُولٍ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِى ٱسْمُهُۥٓ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَآءَهُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ قَالُوا۟ هَٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ
Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". (QS. Ash-Shaf, ayat 6).
Ayat ini diambil sebagai dalil peringatan maulid Nabi Muhammad SAW karena Nabi Isa AS menyampaikan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang akan datang sesudahnya. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW tentu harus lebih bergembira lagi dengan kelahiran beliau karena sebagai rahmat semesta alam.
Dalil 2Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم وغيره
Artinya:
Barangsiapa merintis perkara baru yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun.” (HR Muslim dan lainnya).
Hadits ini diambil sebagai dalil peringatan maulid Nabi karena perkara baru ini tidak ada pada masa Nabi tetapi termasuk perkara baik dan sesuai (tidak menyalahi) hadits lain.
Al Hafizh As-Suyuthi ketika ditanya tentang peringatan Maulid Nabi, beliau menjawab:
أَصْلُ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
“Pada dasarnya, peringatan Maulid Nabi berupa berkumpulnya orang membaca Al-Qur`an, meriwayatkan hadits-hadits tentang sejarah Nabi dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan dan bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid’ah hasanah (perkara yang baik, meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Nabi). Pelakunya akan memperoleh pahala, karena itu merupakan perbuatan mengagungkan Nabi dan menampakkan rasa gembira dan suka cita terhadap kelahiran Nabi yang mulia” (Disebutkan dalam kitab Husnul Maqshid fi ‘Amalil Maulid).
Dalil 3Abdullah bin Mas’ud RA berkata:
مَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ (قال الحافظ ابن حجر: هذا موقوفٌ حسَنٌ)
“Sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara yang baik oleh kaum muslimin, maka ia menurut Allah baik, dan sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara buruk oleh kaum muslimin, maka ia menurut Allah buruk” (Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini adalah hadits mauquf yang hasan”).
Hadits ini diambil sebagai dalil peringatan maulid Nabi Muhammad SAW karena ulama dari berbagai disiplin ilmu yang hadir pada peringatan maulid Nabi yang pertama kali diadakan Sultan Al-Muzhaffar, mereka menilai baik bahkan memujinya dan tidak mengingkarinya.
Para ulama sepeninggal raja al-Muzhaffar juga tidak ada yang mengingkari peringatan maulid. Diantaranya yaitu: Al-Hafizh Ibnu Dihyah, Al-Hafizh Al-‘Iraqi, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Hafizh As-Suyuthi dan lainnya.
Hingga kemudian pada sekitar abad ke-18, muncul sekelompok orang yang mengingkari peringatan Maulid Nabi dengan keras. Mereka mengingkari suatu kegiatan yang dinilai baik oleh ummat Islam dari masa ke masa selama berabad-abad.
Mereka menganggap bahwa Peringatan Maulid adalah bid’ah sesat. Mereka berdalih dengan sebuah hadits yang mereka tempatkan tidak pada tempatnya, yakni hadits:
كُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ. وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ. وكُلُّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ
Artinya:
Semua perkara baru (yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi) adalah bid’ah. Semua bid'ah adalah sesat. Semua kesesatan adalah di neraka.
Hadits ini memang shahih. Akan tetapi maksudnya bukan seperti anggapan atau doktrin mereka. Para ulama menjelaskan maksud hadits tersebut adalah bahwa setiap perkara baru di dalam agama yang dilakukan sepeninggal Nabi SAW adalah bid’ah. Semua pelaku bid'ah yang sesat akan diganjar dengan neraka. Sebaliknya, semua pelaku bid'ah yang tidak sesat akan diganjar dengan surga.
Jadi kata “
كُلُّ” dalam hadits tersebut maknanya bukanlah “semua tanpa terkecuali”, tapi “al aghlabi” (sebagian besar) atau "al ba'dhi" (sebagian dari keseluruhan). Struktur kalimat ini selevel dengan firman Allah dalam ayat tentang angin yang menjadi ‘adzab bagi kaum ‘Ad:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍۢ بِاَمْرِ رَبِّهَا (سورة الأحقاف: ٢٥
Artinya:
Angin itu menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. (QS al-Ahqaf: 25).
Pada ayat di atas juga terdapat kata “
كُلُّ”. Tapi kenyataannya, angin tersebut tidak menghancurkan segala sesuatu. Tidak menghancurkan langit, bumi dan semua makhluk. Angin tersebut hanya menghancurkan kaum ‘Ad dan harta benda mereka. Allah menggunakan kata: “
كُلُّ”, tapi yang dimaksud adalah “sebagian” bukan semua atau segala.
Oleh karenanya, Imam asy-Syafi’i RA berpandangan:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ” (رواه عنه الإمام البيهقي وغيره
Artinya:
Bid’ah itu ada dua macam: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), jadi bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan bid’ah yang menyalahi sunnah adalah tercela.”
(Perkataan Imam asy-Syafi’i ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan lainnya).
Adapun yang biasanya dilakukan pada saat perayaan Maulid Nabi adalah hal-hal yang disyariatkan dan dianjurkan untuk dikerjakan, misalnya: bersilatur rahim, bersosial, bermasyarakat, bersedekah uang atau makanan, berdzikir bersama, membaca Al-Qur’an, membaca shalawat berjamaah, melantunkan puji-pujian kepada Rasulullah SAW, mengaji sejarah hidup Rasulullah, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Semua itu adalah kebaikan-kebaikan yang dianjurkan di dalam Al-Qur’an dan Al Hadits. Apakah hal-hal yang jika dikerjakan sendiri-sendiri adalah kebaikan, kemudian jika dikerjakan berjamaah dalam satu rangkaian kegiatan yang diberi nama “Peringatan Maulid Nabi”, divonis menjadi kesesatan dan bid’ah yang menjerumuskan ke neraka? Aneh! Ajaran macam apa ini? Kok ngaku Ahlussunnah Waljamaah? Tapi kok terkesan anti berjamaah? Mau menolong agama atau mau nyolong agama? Ini betul-betul fitnah akhir zaman.
Oleh karena itu kalau kita memang awam maka jalan yang terbaik adalah mengikuti ulama terdahulu saja yang kapasitas serta kapabilitas ilmunya nyata-nyata dapat dipertanggungjawabkan, daripada mengikuti 'ulama-ulama'an' yang belum teruji kemampuan ilmunya dan cenderung meresahkan atau bahkan mengacaukan umat beragama.
Demikian uraian tentang Dalil Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita, anak cucu kita, keluarga kita dan orang2 yang berada dalam tanggungan amanah kita, serta tidak terhasud oleh pemahaman yang salah sebagai fitnah akhir zaman. Amin Ya Robbal 'Alamin.