Khutbah I
Artinya:
“Janganlah ada satu pun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.”
Ketika Nabi mengatakan hal itu, sebagian sahabat sudah menunaikan shalat Ashar. Pesan itu diingat betul oleh mereka, dan tidak ada masalah. Hingga di tengah perjalanan saat waktu Ashar mau habis, sedangkan mereka belum sampai di perkampungan Bani Quraidhah, barulah mereka berselisih pendapat.
Dengan pesan jelas Nabi tersebut sebagai dalil, sebagian dari mereka bersikukuh tidak shalat Ashar kecuali di perkampungan yang disebut Nabi itu. Sedangkan sebagian lain berpendapat bahwa yang dimaksud Nabi adalah agar mereka bergegas menuju perkampungan Bani Qurazhah, sementara shalat Ashar tetap harus dilaksanakan pada waktunya.
Dua perbedaan pendapat ini sebenarnya berpangkal pada dua sudut pandang yang berbeda. Yang pertama mengacu pada bunyi lahiriah sabda Nabi, adapun yang kedua mengacu pada konteks sabda itu dinyatakan, yakni prajurit harus bergerak cepat karena konteks waktu itu adalah perang. Mereka pun akhirnya teguh dengan pendapat masing-masing dan melaksanakan apa yang diyakini masing-masing.
Ketika permasalahan perbedaan pendapat ini disampaikan kepada Rasulullah, beliau tidak menyalahkan keduanya. Perbedaan pendapat suatu hal biasa, memang sudah terjadi di kalangan sahabat Nabi, sejak Rasulullah ๏ทบ masih hidup di tengah-tengah mereka. Akan tetapi karena sumber kebenaran (yakni Nabi) masih hidup, kalaupun terjadi perselisihan tajam, Nabilah yang bakal menyelesaikannya.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Dikisahkan juga, ketika dalam satu majelis ilmu, Imam Malik (wafat 179 H) yang merupakan guru dari Imam Syafi'i (wafat 204 H) mengatakan bahwa rezeki itu datang tanpa sebab. Seseorang cukup bertawakkal dengan benar, niscaya Allah akan memberikannnya rezeki.
"Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah mengurus lainnya," demikian pendapat Imam Malik. Imam Malik menyandarkan pendapatnya itu berdasarkan sebuah hadis Rasulullah SAW:
Artinya:
"Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan berikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang".
Berdasarkan hadits yang sama, ternyata Imam Syafii memiliki pandangan berbeda. Beliau mengemukakan pendapat kepada sang guru. "Ya Syeikh, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?" kata Imam Syafii.
Imam Syafii menyampaikan pendapat bahwa untuk mendapatkan rezeki dibutuhkan usaha dan kerja keras. Rezeki tidak datang sendiri, melainkan harus dicari dan didapatkan melalui sebuah usaha.
Guru dan murid yang merupakan pendiri mazhab itu bersikukuh pada pendapatnya masing-masing. Hingga suatu ketika, saat Imam Syafii berjalan-jalan, beliau melihat serombongan orang sedang memanen buah anggur. Beliau pun ikut membantu mereka. Setelah pekerjaan selesai, Imam Syafi'i mendapat imbalan beberapa ikat anggur sebagai balas jasa.
Dengan bergegas Imam Syafi'i menjumpai Imam Malik yang sedang duduk di serambi pondoknya. Sambil menaruh seluruh anggur yang didapatnya, Imam Syafi'i menceritakan pengalamannya seraya berkata: "Seandainya saya tidak keluar pondok dan melakukan sesuatu, yakni membantu memanen, tentu saja anggur ini tidak akan pernah sampai di tangan saya".
Mendengar itu, Imam Malik tersenyum, seraya mengambil anggur dan mencicipinya. Kemudian Imam Malik berucap pelan. "Sehari ini aku memang tidak keluar pondok, hanya melakukan tugas sebagai guru, dan sedikit berpikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini aku bisa menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur untukku. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab? Cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah niscaya Allah akan memberikan rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya".
Imam Syafi'i langsung tertawa mendengar penjelasan Imam Malik. Sang Guru dan murid tersebut kemudian tertawa bersama. Begitulah, dua Imam mazhab mengambil dua hukum berbeda dari dalil yang sama, hadis yang sama.
Imam Malik dan Imam Syafii mengajarkan kepada umat Islam bagaimana menyikapi perbedaan. Keduanya tak saling menyalahkan, tidak pula saling membenarkan pendapatnya sendiri. Mereka saling menghargai pendapat, selama dapat dibenarkan oleh dalil qur’ani atau hadits nabawi. Begitulah keteladanan kata mutiara populer bahwa perbedaan adalah rahmat.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an:
Artinya: "Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allรขh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya, kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran:103)
Demikianlah Allah memerintahkan, Rasulullah memberi teladan, dan Imam Madzhab memberi pandangan. Semoga kita umat Islam diberi kesadaran dan kemampuan untuk saling menghormati perbedaan, diberi kesabaran dalam menjaga kerukunan, dan diberi kekuatan dalam memegang teguh iman dan Islam hingga akhir hayat. Aaamiiin Yaa Robbal ‘aalamiin.
Khutbah kedua
ุงَْูุญَู
ْุฏُ ِููู ุนََูู ุฅِุญْุณَุงِِูู َูุงูุดُّْูุฑُ َُูู ุนََูู ุชَِِِْْููููู َูุงِู
ْุชَِูุงِِูู. َูุฃَุดَْูุฏُ ุฃَْู ูุงَ ุงََِูู ุฅِูุงَّ ุงُููู َูุญْุฏَُู ูุงَ ุดَุฑَِْูู َُูู َูุฃَุดَْูุฏُ ุฃَّู ุณَِّูุฏََูุง ู
ُุญَู
َّุฏًุง ุนَุจْุฏُُู َูุฑَุณُُُْููู ุงูุฏَّุงุนِู ุฅَูู ุฑِุถَْูุงِِูู. ุงُูููู
َّ ุตَِّู ุนََูู ุณَِّูุฏَِูุง ู
ُุญَู
َّุฏٍ ِูุนََูู ุงَِِูู َูุฃَุตْุญَุงุจِِู َูุณَِّูู
ْ ุชَุณِْْููู
ًุง ِูุซْูุฑًุง ุฃَู
َّุง ุจَุนْุฏُ َููุงَ ุงََُّููุง ุงَّููุงุณُ ุงِุชَُّููุงุงَููู ِْููู
َุง ุฃَู
َุฑَ َูุงْูุชَُْููุง ุนَู
َّุง ََููู َูุงุนَْูู
ُْูุง ุฃََّู ุงَููู ุฃَู
َุฑَُูู
ْ ุจِุฃَู
ْุฑٍ ุจَุฏَุฃَ ِِْููู ุจَِْููุณِِู َูุซََููู ุจِู
َูุข ุฆَِูุชِِู ุจُِูุฏْุณِِู ََููุงَู ุชَุนุงََูู ุฅَِّู ุงَููู َูู
َูุขุฆَِูุชَُู ُูุตََُّْููู ุนََูู ุงَّููุจِู ูุข ุงََُّููุง ุงَّูุฐَِْูู ุขู
َُْููุง ุตَُّْููุง ุนََِْููู َูุณَِّูู
ُْูุง ุชَุณِْْููู
ًุง. ุงُูููู
َّ ุตَِّู ุนََูู ุณَِّูุฏَِูุง ู
ُุญَู
َّุฏٍ ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณَِّูู
ْ َูุนََูู ุขِู ุณَِّูุฏِูุงَ ู
ُุญَู
َّุฏٍ َูุนََูู ุงَْูุจِูุขุฆَِู َูุฑُุณَُِูู َูู
َูุขุฆَِูุฉِ ุงْูู
َُูุฑَّุจَِْูู َูุงุฑْุถَ ุงُّูููู
َّ ุนَِู ุงْูุฎََُููุงุกِ ุงูุฑَّุงุดِุฏَِْูู ุฃَุจِู ุจَْูุฑٍ َูุนُู
َุฑ َูุนُุซْู
َุงู َูุนَِูู َูุนَْู ุจََِّููุฉِ ุงูุตَّุญَุงุจَุฉِ َูุงูุชَّุงุจِุนَِْูู َูุชَุงุจِุนِู ุงูุชَّุงุจِุนَِْูู َُููู
ْ ุจِุงِุญْุณَุงٍู ุงََِْููููู
ِ ุงูุฏِِّْูู َูุงุฑْุถَ ุนََّูุง ู
َุนَُูู
ْ ุจِุฑَุญْู
َุชَِู َูุง ุฃَุฑْุญَู
َ ุงูุฑَّุงุญِู
َِْูู ุงَُูููู
َّ ุงุบِْูุฑْ ِْููู
ُุคْู
َِِْููู َูุงْูู
ُุคْู
َِูุงุชِ َูุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู َูุงْูู
ُุณِْูู
َุงุชِ ุงَูุงَุญْูุขุกُ ู
ُِْููู
ْ َูุงْูุงَู
َْูุงุชِ ุงُูููู
َّ ุฃَุนِุฒَّ ุงْูุฅِุณْูุงَู
َ َูุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู َูุฃَุฐَِّู ุงูุดِّุฑَْู َูุงْูู
ُุดْุฑَِِْููู َูุงْูุตُุฑْ ุนِุจَุงุฏََู ุงْูู
َُูุญِّุฏَِّูุฉَ َูุงْูุตُุฑْ ู
َْู َูุตَุฑَ ุงูุฏَِّْูู َูุงุฎْุฐُْู ู
َْู ุฎَุฐََู ุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู َู ุฏَู
ِّุฑْ ุฃَุนْุฏَุงุกَ ุงูุฏِِّْูู َูุงุนِْู َِููู
َุงุชَِู ุฅَِูู َْููู
َ ุงูุฏِِّْูู. ุงُูููู
َّ ุงุฏَْูุนْ ุนََّูุง ุงْูุจَูุงَุกَ َูุงَْููุจَุงุกَ َูุงูุฒَّูุงَุฒَِู َูุงْูู
ِุญََู َูุณُْูุกَ ุงِْููุชَْูุฉِ َูุงْูู
ِุญََู ู
َุง ุธََูุฑَ ู
َِْููุง َูู
َุง ุจَุทََู ุนَْู ุจََูุฏَِูุง ุงِْูุฏُِْูููุณَِّูุง ุฎุขุตَّุฉً َูุณَุงุฆِุฑِ ุงْูุจُْูุฏَุงِู ุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู ุนุขู
َّุฉً َูุง ุฑَุจَّ ุงْูุนَุงَูู
َِْูู. ุฑَุจََّูุง ุขุชِูุงَ ِูู ุงูุฏَُّْููุง ุญَุณََูุฉً َِููู ุงْูุขุฎِุฑَุฉِ ุญَุณََูุฉً ََِูููุง ุนَุฐَุงุจَ ุงَّููุงุฑِ. ุฑَุจََّูุง ุธََูู
َْูุง ุงَُْููุณََูุง َูุงุฅْู َูู
ْ ุชَุบِْูุฑْ ََููุง َูุชَุฑْุญَู
َْูุง ََََُّْูููููู ู
َِู ุงْูุฎَุงุณِุฑَِْูู. ุนِุจَุงุฏَุงِููู ! ุฅَِّู ุงَููู َูุฃْู
ُุฑُ ุจِุงْูุนَุฏِْู َูุงْูุฅِุญْุณَุงِู َูุฅِْูุชุขุกِ ุฐِู ุงُْููุฑْุจَู َََْููููู ุนَِู ุงَْููุญْุดุขุกِ َูุงْูู
َُْููุฑِ َูุงْูุจَุบْู َูุนِุธُُูู
ْ َูุนََُّููู
ْ ุชَุฐََّูุฑَُْูู َูุงุฐُْูุฑُูุง ุงَููู ุงْูุนَุธِْูู
َ َูุฐُْูุฑُْูู
ْ َูุงุดُْูุฑُُْูู ุนََูู ِูุนَู
ِِู َูุฒِุฏُْูู
ْ ََููุฐِْูุฑُ ุงِููู ุฃَْูุจَุฑْ
0 comments:
Post a Comment